Lihat ke Halaman Asli

Rina Darma

Ibu Rumah Tangga

Melirik Pembangkit Listrik Tenaga Bambu

Diperbarui: 7 November 2021   06:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumpun bambu (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sewaktu kecil, saya suka membuat kapal layar dengan daun bambu. Cukup dilipat dan bagian tangkai daun ditusukkan ke pucuk daun. Lalu, alirkan di sungai. Balapan bersama kapal kawan. Sangat menyenangkan!

Cumpring atau bagian yang menutupi batang muda, yang bulunya jika terkena kulit akan gatal sekali dan harus diusapkan ke rambut, bunyinya tak kalah dari klakson "m telolet om" jika ditaruh di roda sepeda. Kampanye ala anak-anak desa.

Rumpun bambu ori atau dalam bahasa Jawa disebut pring ori yang begitu lebat tak kalah menarik. Ia menyimpan misteri bagi anak-anak. Gerombolan batang bambu rimbun yang dimanfaatkan para orang tua untuk menakuti anaknya supaya lekas pulang selagi magrib tiba. Banaspati atau memedi colok semacam bola api akan keluar mengejar anak-anak.

Itulah kenangan kanak-kanak saya mengenai bambu, tanaman kaya fungsi untuk konstruksi. Dari dinding, tiang, hingga atap. Begitu pula untuk kerajinan.

Namun, belakangan baru saya tahu, bambu bukan hanya menyimpan misteri banaspati tetapi juga menyimpan potensi sebagai bahan bakar nabati.  

Awalnya saya berpikir bagaimana tanaman ini menjadi bahan bakar nabati atau biofuel, apa kita harus menggunakan tungku saat memasak. Ya, karena sewaktu kecil saya masih mengalami masuk-masukin batang bambu yang sudah dibelah-belah sebagai bahan bakar.

Potensi Bambu sebagai Bahan Bakar Nabati

Bahan bakar nabati (BBN) adalah bahan bakar dari biomassa atau materi yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Biofuel dapat menjadi pilihan sumber energi bersih untuk menggantikan bahan bakar fosil yang jauh lebih ramah lingkungan. Tanpa adanya upaya mitigasi yang berarti suhu bumi diprediksi bakal naik 3-4 derajat Celcius pada 2030 sejak revolusi industri.

Dikutip dari laman madani, menurut Departemen Energi Amerika Serikat, biofuel seperti etanol menghasilkan karbon dioksida hingga 48 persen lebih sedikit daripada bensin konvensional sementara penggunaan biodiesel hanya melepaskan seperempat jumlah karbon dioksida yang dikeluarkan diesel konvensional. Ini artinya akan sangat membantu mengurangi penumpukan gas rumah kaca (grk) di atmosfer.

Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad, strategi kebijakan BBN sudah tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia serta strategi pencapaian net zero emission (NZE). Biofuel diproyeksi memainkan peran sentral mencapai target NDC 2030. Namun, tantangan dari pengembangan BBN nasional masih cukup didominasi oleh satu komoditas, yakni sawit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline