Lihat ke Halaman Asli

Ja Limbat

Diperbarui: 2 September 2019   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber ilustrasi : pixabay

Baca  juga : 1, 2, 3, 4, 5, 67, 8

Ja Limbat sudah hampir seminggu tak kelihatan batang hidungnya. Bukan hanya batang hidungnya yang hilang karena diplester. Kakinya juga tak nongol-nogol. Awas dia! Ketika dulu mau dijadikan tokoh cerita, dia bersedia seratus persen akan rutin muncul di Lopo Sapangkek (pen; lopo sebaya). 

Ini baru beberapa hari dijadikan tokoh cerita, malahan baru delapan bagian, sudah mangkir dia. Banyak sudah yang bertanya-tanya pasal dia. Macam bintang film betul dia. Ngalah-ngalahin penulis cerita.

Sekali saja datang di Lopo Sapangkek, habis Ja Limbat kumarah-marahi. Tapi, harus hati-hati juga. Tak boleh gegabah kalau mau menghajar lelaki itu. Kawan pembelanya banyak. Apalagi Mizan, ada pintar-pintarnya lelaki itu. Ada pengetahuan yang ghaib-ghaib. Bisa kelenger kalau dihembusnya.

Nah, lihat tuh, panjang umur Ja Limbat. Biasa, jual tampang susah. Dia duduk di sudut lopo, lalu meminta maaf karena lama tak muncul karena sakit keras. Ah, rasa sesal timbul di dada. 

Berburuk sangka itu tak boleh. Berdosa. Kali lain penulis ingin meminta maaf kepadanya. Alah, penulis cerita terlalu jauh masuk ke dalam cerita. Mari kita ke inti kue, eh, inti cerita. Teringat inti kue, jadi lapar. Lopek bainti (pen; kue berinti) dari Padang Pariaman, kata Wak Midah. Waduh, tambah melantur saja.

Ja Limbat mengatakan sakit yang dia derita lebih parah dari yang sudah-sudah. Sakit malaria kata dokter. Kalau sakitnya menyerang, bisa menggigil dia. Bisa bergetar seisi rumah. 

Makanya, kalau sakitnya mau datang, Ja Limbat langsung memberi aba-aba seperti mau perang saja. Seluruh isi rumah yang berupa pecah-belah, harus dikeluarkan kalau tak mau menjadi bubur.

Pil kina tak mempan mengobati penyakitnya. Mantri yang datang memeriksa, tobat dan tak datang-datang lagi. Pasalnya, ketika mantri mau menyuntik pantat Ja Limbat, sakitnya datang. Bergetar seluruh ruangan. Suntik pun ikut bergetar. Bukannya berhasil menyuntik Ja Limbat, mantri malahan yang tersuntik.

Ki Mayur, dukun beranak itu, tak sanggup juga mengobati Ja Limbat. Selain bukan spesialisasinya alias dukun beranak tak sejalan dengan malaria, dia juga tak paham penyakit Ja Limbat. 

Dia mau saja mengobati kawan kita ini, karena berpikir ada masalah dengan kandungan Ja Limbat. Ternyata cuma perutnya yang besar, karena isinya hanya kentut dan nasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline