Bagaimana komunikasi bisa berperan aktif dalam perekonomian sebuah negara? Di tengah tantangan ekonomi saat ini, pertanyaan ini menjadi sangat krusial bagi para pelaku komunikasi, termasuk praktisi Public Relations (PR).
Di Indonesia, data ekonomi paruh pertama 2025 menunjukkan kondisi yang penuh tantangan. Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) mencatat tren kepercayaan konsumen yang konsisten, dari 127,2 pada Januari menjadi 117,8 pada Juni 2025 atau turun 9,4 poin. Penurunan ini sangat terasa di masyarakat melalui pelemahan daya beli, kenaikan biaya hidup, hingga kekhawatiran atas kenaikan PPN di awal tahun. Kondisi ini pun diperkuat oleh penurunan kinerja manufaktur, ketidakpastian lapangan kerja, sampai tekanan geopolitik global.
Lantas bagaimana praktik komunikasi berperan aktif di era ketidakpastiaan ekonomi?
Laporan McKinsey & Company, "The Attention Equation" (Juni 2025), menyoroti betapa pentingnya bagi organisasi dan praktisi komunikasi, termasuk PR, untuk mengelola atensi atau perhatian publik yang kini semakin terbagi dan kompetitif. Dalam konteks ekonomi Indonesia yang penuh ketidakpastian dan disparitas, kualitas perhatian yang terdiri dari fokus dan niat publik menjadi salah satu sumber daya strategis yang sangat berharga di tengah lanskap media yang begitu cepat dan semakin canggih.
Kondisi ekonomi yang fluktuatif dan ketidakpastian lapangan kerja membuat masyarakat lebih selektif juga kritis dalam menerima pesan. Maka demikian, relevansi konten komunikasi dengan kebutuhan audiens menjadi sangat penting demi merebut atensi mereka. Harus diingat bahwa audiens tidaklah seragam. Seperti, perbedaan yang signifikan dalam kepercayaan dan perilaku konsumsi antar kota dan kelompok demografis adalah hal yang tak boleh luput, misalnya saja pada Data Ekonomi Semester I 2025 dan Survei Konsumen Juni 2025, mencatat konsumen di Medan dan Surabaya cenderung optimis, sedangkan Semarang dan Mataram bersikap pesimis, ini berarti perbedaan demografis dan regional menuntut pendekatan komunikasi yang lebih personal dan tersegmentasi.
Perubahan perilaku konsumen juga tercermin dari data keuangan rumah tangga, di mana terjadi peningkatan konsumsi sementara tabungan menurun. Hal ini secara langsung memengaruhi cara masyarakat merespon sebuah kampanye/narasi, terutama yang terkait dengan produk, layanan, atau kebijakan publik.
Kuantitas dan kualitas perhatian memengaruhi monetisasi, serta perbedaan pola konsumsi lintas generasi. (Ilustrasi oleh AI)
Melihat hal ini, setidaknya ada tiga hal penting yang dapat dilakukan secara berkelanjutan. Pertama, memahami audiens secara mendalam berdasarkan data ekonomi dan sosial terkini. Kedua, penyesuaian pesan, praktisi PR tidak bisa lagi hanya menyampaikan narasi yang terlalu optimis tanpa dasar. Kembangkan narasi yang lebih membumi, transparan, dan fokus pada upaya pemulihan dan solusi bersama jangka panjang bersamaan penyesuaian pesan yang relevan dengan kondisi finansial dan psikologi konsumen. Ketiga, membangun -- mempertahankan kepercayaan. Di era uncertainty saat ini, kredibilitas menjadi "barang mahal" untuk mendapatkan atensi yang berkualitas dari masyarakat melalui ruang digital.
Praktisi public relations dewasa ini tidak hanya dituntut untuk beradaptasi dengan Akal Imitasi (AI), mahadata dan komputasi kuantum (Quantum Computing) yang belakangan ramai diperbincangkan. Lebih dari itu, kepekaan terhadap kondisi sosial -- ekonomi menjadi prioritas lainnya yang menuntut penyesuaian strategi komunikasi demi mendapatkan perhatian yang berkualitas juga berkelanjutan dari masyarakat.
Pada akhirnya, pengelolaan atensi publik yang efektif adalah bagian dari upaya peningkatan produktivitas nasional. Ini bukan pekerjaan "semalam jadi", konsistensi serta kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan menjadi kunci. Dengan demikian, Pengelolaan atensi yang berdampak bukan hanya memperkuat merek atau organisasi, lebih besar dari itu semua, ini menjadi langkah penguatan kapasitas PR dan komunikasi yang menjadi bagian integral dari strategi pembangunan dan ketahanan yang berkelanjutan kita, bangsa Indonesia.
Salam #IndonesiaBicaraBaik