Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Generasi Sekarang Berpotensi Makin Bodoh

Diperbarui: 21 Februari 2023   04:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ada dua hal yang menurut saya, kenapa generasi muda sekarang berpotensi makin bodoh yaitu, karena mayoritas penulis buku mengejar kuantitas dari pada kualitas bukunya, dan teknologi yang membuat anak berjarak dengan literasi. Saya akan bahas satu-satu.

Pertama, soal Kualitas bacaan yang tersedia..

Kemarin saya ke Gramedia, dan setiap ke Gramedia, selalu ada buku yang mengusik emosi saya. Buku-buku yang berisikan tulisan-tulisan selevel status facebook, berjejer di Rak. Misalnya pada salah satu buku yang saya temukan, isinya per halaman kurang lebih 23 kata, bunyinya:

 "Tuhan, aku gak minta banyak hal. Aku hanya minta tolong kuatkan diriku, lapangkan lagi rasa sabarku dan berikan aku keikhlasan".

Tulisan bagus memang subjektif, tapi begini..

Buku itu citranya mencerdaskan, pengasah daya pikir pembaca, tapi kalau tulisannya hanya Quote-Quote galau, kecerdasan apa yang kita harap dari tulisan tersebut?

Saya tidak merasa tulisan saya lebih baik, tetapi saya resah dengan semakin terpinggirkannya buku-buku berkualitas, buku yang mendorong critical thinking dan imajinasi pembacanya. Memang masih ada juga buku bagus di Gramedia, tetapi apa gunaya kehadiran buku itu, kalau marketing hanya menyorot buku-buku yang mewakili perasaan anak remaja. Tulisan-tulisan galau. Padahal yang juga terpenting untuk dicerdaskan adalah generasis muda ini.

Saya ingat dulu waktu kecil, buku yang saya baca adalah buku yang menurutku berat untuk usia anak saat itu. Tetapi saya tetap baca, bukan karena semata-mata mau baca, tetapi pilihannya hanya memang buku "bagus" itu saja. Di Majalah isinya cerpen-cerpen panjang dan menarik, interview mendalam kepada artis. Buku sejarah Indonesia dan Daerah saya. Sajak-sajak yang bagus. Tidak ada pilihan buku yang menurut saya receh. Jadi, mau tidak mau itulah yang saya baca.

Maksud saya begini, sesuatu itu dinikmati bukan semata-mata karena kita ingin, tetapi karena adanya pilihan itu. Kita ke Mall berbelanja bukan karena melulu mau belanja, tetapi karena pilihan itu ada, makanya kita beli. Hal ini berlaku untuk konteks buku. Selama buku kurang bermutu itu ada, tulisan tidak bermutu bahkan hoax lalu lalang di social media, berarti masyarakat kita jebakannya untuk bodoh itu besar kemungkinan.

Semua orang memang punya hak menerbitkan tulisan, penerbit dan Gramedia punya hak untuk mengikuti selera pasar. Tetapi sadarkah mereka, memasarkan buku yang tidak berbobot akan mempengaruhi kecerdasan pembacanya?.

Mari kita bandingkan tahun 90-an, setau saya menerbitkan buku tidak semudah itu, harus melalui filter editor penerbit. Sehingga yang muncul di Gramedia, adalah buku-buku yang memang terpilih karena terbaik. Sekarang, punya followers banyak dan ada bakat menulisnya, sudah dikejar-kejar penerbit. Jadi kalau marketnya sudah terbaca,  baru menghasilkan karya sesuai selera pasar. Jadilah karya-karya yang seharusnya banyak lebih baik, tapi berjejer di Gramedia. Dan bahkan ada juga yang menerbitkan sendiri, marketingnya bagus, laku keras. Tapi itu tidak masalah, cuma kalau mayoritas bukunya isinya hanya kata-kata motivasi semata, Tulisan-tulisan sungkat sebagai curahan isi hati, yah menurut penelitian, orang yang senang membaca jenis tulisan singkat seperti Quote motivasi, berhubungan sama kecerdasannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline