Lihat ke Halaman Asli

Rani Nurani

MAHASISWA MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS PAMULANG

Dampak Kerusakan Asset Publik Pasca Demo 2025, Apakah Jadi Beban Neraca Negara?

Diperbarui: 25 September 2025   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Peristiwa demonstrasi massa yang melanda di berbagai kota di Indonesia pada akhir Agustus hingga awal September 2025 bukan hanya menyisakan luka sosial dan politik, tetapi juga meninggalkan kerusakan fisik yang bernilai. Berdasarkan laporan resmi, total kerugian infrastruktur diperkirakan mencapai sekitar Rp. 900 miliar di 23 daerah yang terdampak.

Pertanyaan mendesak kemudian muncul “apakah kerusakan ini akan benar-benar menjadi beban neraca negara? Dan apa implikasinya bagi keuangan publik, tata kelola aset, serta kepercayaan publik terhadap pemerintah?”

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkap daftar kerugian berupa kerusakan aset pemerintah akibat aksi demonstrasi tolak kenaikan tunjangan anggota DPR yang berujung pada tindakan anarkis dan vandalisme.

Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menaksir kerugian akibat kerusakan Barang Milik Negara (BMN) mencapai Rp. 28 miliar. Sementara itu, kerusakan aset pemerintah di DKI Jakarta dengan kerugian mencapai Rp. 50,4 miliar. Pemerintah mencatat ada kerusakan pada 22 halte yang terdiri dari milik MRT Jakarta senilai Rp. 3,3 miliar; dan Transjakarta senilai Rp. 41,6 miliar, hingga kantor pelayanan publik lainnya.

Angka ini jelas bukan jumlah kecil. Terlebih, anggaran negara saat ini tengah diperas untuk pemulihan ekonomi, pengendalian inflasi, dan pembiayaan pembangunan.

Beban bagi Neraca Negara.

Secara teknis, biaya perbaikan aset publik kemungkinan besar akan dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Artinya, kerusakan akibat demo bisa benar-benar menjadi beban keuangan negara. Apabila dana darurat digunakan, maka muncul risiko opportunity cost yang dapat menyebabkan proyek pembangunan infrastruktur baru mengalami keterlambatan, pemeliharaan rutin asset terabaikan, bahkan berpotensi mengurangi kualitas pelayanan publik.

Namun masalah utama sebenarnya ada pada tata kelola aset publik. Jika setiap kerusakan hanya ditambal dengan dana darurat tanpa strategi pencegahan jangka panjang, negara akan terus menanggung kerugian berulang. Inilah yang bisa disebut biaya tersembunyi (hidden cost) dari lemahnya pengelolaan demokrasi.

Kerusakan ini tidak bisa dipandang hanya sebagai angka miliar rupiah yang hilang. Hal ini merupakan peringatan keras agar negara memperkuat sistem manajemen aset publik. Ada beberapa langkah penting yang mungkin layak segera ditempuh:

1. Asuransi Aset Negara, agar APBN/APBD tidak terus-menerus terkuras setiap kali ada kerusakan.

2. Pencegahan & Pengamanan, ruang demonstrasi perlu dikelola lebih baik, dengan protokol keamanan dan mitigasi risiko yang jelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline