Lihat ke Halaman Asli

Posma Siahaan

TERVERIFIKASI

Science and art

[Cerpen] Ternyata Seorang Jurinya Plagiator

Diperbarui: 1 Oktober 2016   05:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

juri (ilustrasi pribadi)

"Puisimu bagus, harusnya menang, tetapi sainganmu banyak.....Yang lain juga pemilihan diksi dan cara merangkai kata-kata indahnya sangat berkelas...."Sang Juri lomba puisi kontemporer, akun bernama Hakimi Ku, yang dikenal dengan 'postingan-postingannya' yang menginspirasi dan sering menjadi pilihan tim redaksi situs terkenal,menghubunginya melalui pesan WA.

"Maaf Mbak, bukankah di ketentuan lomba, peserta dan juri tidak boleh berkomunikasi langsung? Ini nanti menyalahi aturan, enggak?"Tanya Ina yang baru saja ikutan ke sebuah blog keroyokan bidang sastra yang sering mengadakan lomba-lomba dengan hadiah total beberapa juta sampai berpuluh juta rupiah. Memang beberapa karya berkualitas dari blog itu dibukukan dan dijual untuk acara amal penggalangan dana panti asuhan, jompo atau aktifitas lingkungan seperti bank sampah, penyelamatan satwa dan penghijauan hutan biasa sampai hutan bakau. Penjualan buku seperti ini jauh lebih terhormat dan mudah diadakan daripada mengundang artis atau band terkenal ibu kota dalam charity night.

"Itu formalnya Ina, lagipula dari tiga juri, saya yang paling berpengalaman dan menentukan, karena saya pernah membuat novel dan dipasarkan di Eropa, Maroko, dan Karibia, juri lain paling hanya bisa buat buku yang POD (print on demand), yang bagi saya itu seperti buku stensilan, hehehe...." Ina antara kesal, kagum dan penasaran dengan juri satu ini. Dia ingin tahu apa maunya, apa tujuannya..

"Mbak Hakimi Ku mau apa dari saya, peserta lomba puisi?"Tanyanya memancing.

"Hadiah pertama lomba puisi ini 10 juta, kalau kamu saya jadikan juara pertama, uangnya kita bagi dua bagaimana?"Pertanyaan yang menusuk itu sangat menohok ke tengah-tengah dadanya.

"Ini pertanyaan jebakan,ya?" Si penyair muda takut diuji mentalnya oleh dewan juri, apakah mau jujur atau mau 'selingkuh'.

"Ini serius. Dua juri lain dapat saya pengaruhi, karena mereka pun sebenarnya kagum akan karya-karya sastra saya dan mau belajar banyak dari saya. Nilai kamu dan 5 peserta lain itu beda-beda tipis, makanya saya tawarkan pada kamu juara pertama, tetapi hadiahnya dibagi dua. bagaimana?" Sang juri, Hakimi Ku sangat memaksa.

"Kalau saya tidak mau?"Tantang Ina.

"Juara harapan 3 pun jangan harap. Saya tawarkan ke yang lain....."Itu pesan 'WA' terakhir sang juri yang menohok, sangat menohok....

Benar saja, seminggu kemudian Ina melihat juaranya bukan dia, padahal puisinya lebih banyak dibaca, dikomentari dan di-vote dibanding semua pemenang 1 sampai harapan 3 yang puisinya biasa-biasa saja, terkesan prosa yang ditulis berbait, bahkan ada yang mirip dunia dalam berita tetapi disusun berakhiran sama a-a, i-i, u-u. Duh, geramnya dia.

Dan dia pun marah lalu menyelidiki akun Hakimi Ku, yang 'postingannya' selalu indah, perkalimat tulisan-tulisannya yang bernas dia 'hunting' di 'mbah google' dan ternyata selalu ada kalimat indah yang sama dari penulis-penulis lain dalam kurun waktu 2 bulan sampai 2 tahun sebelumnya dari 'blog-blog' lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline