Lihat ke Halaman Asli

Patrick Valdano Sarwom

Mahasiswa ilmu komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" Yogyakarta

Kampung/Desa Malaumkarta Kabupaten Sorong

Diperbarui: 25 Februari 2025   23:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejarah Kampung/Desa Malaumkarta.

Kampung/Desa Malaumkarta, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat mempunyai suatu asal usul nama yang dimana berasal dar tiga suku kata yaitu: Mala yang artinya gunung yang luas, Um adalah nama sebuah pulau yang ada di desa Malaumkarta 0,16 mil dari pantai desa Malaumkarta dan Karta yaitu nama ibukota Negara Jakarta. Desa ini sudah ada berabad-abad lama dengan penduduknya seperti yang tercatat dalam legenda peradaban suku Moi di wilayah kepala burung Papua (Malamoi). Secara definitive desa Malaumkarta di SK kan sebagai pemerintah kampung yang otonom (mandiri) pada tanggal, 20 Desember 1991 oleh Gubernur Papua BARNABAS SUEBU, SH (Irian Jaya pada waktu itu) Sebelum kampung Malaumkarta dimekarkan menjadi kampung yang definitif, kampung Malaumkarta merupakan bagian dari kampung Makbon atau disebut dengan istilah dusun saat itu.

Kampung/Desa Malaumkarta terdapat 14 marga asli suku Moi Kelim yaitu: Mubaleng, Magabio, Do, Sapisa Salamah, Do, Malasumuk, Kelami Haginse, Kelami Masili, Kelami Tiloke, Kelami Kalagalas, Kelami Kininpilih, Ulimpa,  dan Kelami. Setiap warga memiliki wilayahnya tersendiri, dan dari 14 marga tersebut tidak semuanya memiliki wilayah pantai. Beberapa marga yang secara khusus memiliki wilayah pantai yaitu Mubaleng, Magablo, Sapisa, Malasemuk, dan Kelami Haginse. Kepemilikan wilayah pantai berarti kepemilikan terhadap wilayah laut yang terhubung dengan pantai tersebut (Syarifudin, 2016). Sebagian besar masyarakat kampung memiliki mata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Berdasarkan data hasil kajian Syarifudin tahun 2016, komoditas yang ditangkap dan dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan, lobster, lola, penyu dan dugong. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang status perlindungan penyu dan dugong, menyebabkan masyarakat tetap mengkonsumsi daging dan telur penyu dalam upacara adat yang sakral, dan terkadang telur penyu yang diambil tersebut diperdagangkan di kota Sorong. Desa ini mempunyai suatu objek wisata bahari yang sangat ini dan masih terjaga sampai hari ini yaitu pulau Um. 

Sumber yang diambil yaitu:(https://kkp.go.id/djprl/lpsplsorong/artikel/10391-kisah-suku-moi-kelim)

Kedudukan Kampung/Desa Malaumkarta.

Seperti Desa lainnya yang berada di Kabupaten Sorong, desa Malaumkarta mempunyai kedudukan sebagai penyelenggara urusan yang dilakukan untuk melayani rakyat. aparatur desa yang bergerak mendukung masyarakat bukan saja soal pembagian dana desa tetapi juga untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat.

Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, kedudukan desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, hal tersebut sesuai dengan Pasal 18B ayat 2 UUD 1945. Akan tetapi, UU Nomor 32 Tahun 2004 menempatkan pemerintahan desa di bawah kabupaten/kota. Penempatan pemerintahan desa di bawah kabupaten/kota berarti desa menjadi subordinat kabupaten/kota dalam hubungan pemerintahan. Dengan demikian, desa tidak memiliki perbedaan dengan kelurahan, yang sama-sama di bawah kabupaten/kota. 

Referensi:(https://fh.unpatti.ac.id)

Desa berhak untuk mengatur dirinya sendiri dalam semua kebijakan, tak terlepas dari pemerintah daerah halnya sebagai pengontrol jalannya kebijakan yang telah dilakukan, sebab yang mengetahui tentang desa adalah pemerintahan desa dan juga masyarakat, jadi aparatur desa berhak untuk menjalankan tugasnya memajukan desa.

Desa Malaumkarta di bawah pemerintah kabupaten sorong yang menaungi desa tersebut, tetapi bukan berarti desa tersebut tidak mempunyai suatu kebijakan untuk melaksanakan tugasnya tanpa intervensi pihak pemerintah daerah, disinilah letak keistimewaan desa tersebut untuk menjalankan pembangunan dan pembinaan di desa. Salah satu usaha yang dilakukan oleh masyarakat Adat Moi Kelim di Kampung/Desa Malaumkarta dan Suantolo, Sorong, Papua Barat, bisa penuhi energi dari sumber air yang berlimpah. Kini, mereka merancang pembentukan BUMDes, dengan PLTMh sebagai salah satu potensi yang akan diatur, selain sektor perikanan tangkap, wisata dan transportasi. Sebanyak 80 rumah teraliri listrik enam Ampere, fasilitas umum seperti gereja (20 A), sekolah (12 A) dan jalan kampung. Pembangkit listrik ini punya kapasitas 48 kVA. 

Sumber yang diambil/referensi: (https://www.ekuatorial.com/2020/12/masyarakat-adat-moi-kelim-jaga-hutan-demi-penuhi-kebutuhan-energi/)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline