Ijazah, Fitnah dan Politik Murahan
Kontroversi mengenai keaslian ijazah Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo (Jokowi), tampaknya belum juga reda, meskipun hasil penyelidikan resmi kepolisian sudah menegaskan dokumen tersebut asli. Kasus ini berawal dari tudingan sejumlah pihak yang menyebut ijazah sarjana Jokowi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) palsu, dan ada pihak yang memalsukan maupun mencetaknya. Nama mantan Wakil Menteri Desa, Paiman Raharjo, bahkan ikut terseret karena dituding sebagai "dalang" dalam praktik pemalsuan.
Paiman akhirnya menempuh jalur hukum. Mengutip tirto.id edisi 29 Juli 2025, ia menggugat Roy Suryo dan sejumlah tokoh lain, termasuk Eggi Sudjana, dr. Tifauzia Tyassuma (dr. Tifa), Kurnia Tri Royani, Rismon Hasiholan Sianipar, Bambang Suryadi Bitor dan Hermanto. Gugatan ini ditujukan untuk pemulihan nama baik dan perlindungan hukum atas tudingan fitnah yang diarahkan kepadanya.
Dalam pernyataannya, Paiman menegaskan gugatan tersebut merupakan inisiatif pribadinya. Kendati ia sempat bertemu Jokowi di Solo bersama kuasa hukumnya, Farhat Abbas dan mendapat restu moral, namun ia menyebut langkah ini bukan atas permintaan sang mantan presiden. "Saya memang menggugat ini keinginan saya sendiri dalam langkah untuk memulihkan nama baik beliau dan juga nama baik saya. Itu saja. Nggak ada yang bujuk-bujukin," kata Paiman.
Farhat Abbas sebagai pengacara menambahkan gugatan ini dilakukan karena fitnah melalui media sosial pada Mei--Juli 2025 telah menyeret nama kliennya secara keji. Padahal, Bareskrim Polri sudah menyatakan dengan tegas ijazah Jokowi asli. Direktorat Tindak Pidana Umum bahkan menutup laporan Roy Suryo terkait dugaan pemalsuan tersebut.
Tekanan Massa dan Aksi Jalanan
Persoalan ini tidak hanya bergulir di pengadilan, tetapi juga memicu reaksi publik. Disway.id edisi 26 Mei 2025 melaporkan kelompok bernama Aspirasi Milenial Maluku Indonesia (AMMI) menggelar aksi di depan Polda Metro Jaya. Mereka menuntut agar Roy Suryo, Rismon Sianipar dan kawan-kawan segera ditetapkan sebagai tersangka.
Fauzan Ohorella, koordinator AMMI, menegaskan penyidik seharusnya berani memproses hukum pihak-pihak yang terbukti menyebarkan fitnah. Menurutnya, dasar hukumnya jelas, karena Bareskrim sudah menyatakan ijazah Jokowi asli melalui uji forensik, mulai dari tinta, jenis kertas, hingga font skripsi yang identik dengan standar UGM. Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Dirtipidum Bareskrim, juga menegaskan pada 29 Mei 2025 dokumen tersebut otentik.
Bagi AMMI, tindakan Roy Suryo dkk bukan sekadar opini politik, tetapi masuk kategori perbuatan melawan hukum (PMH) sebagaimana diatur dalam pasal 32 ayat (3) UU ITE, dengan ancaman hukuman di atas 10 tahun. Tidak mengherankan jika demonstran mendesak agar status tersangka segera dijatuhkan.
Babak Baru : Ade Armando dan Freddy Damanik