Oleh: Cahyadi Takariawan
"Menteri paling aneh," ujar seorang netizen di akun Tiktoknya. "Mana mungkin Tepuk Sakinah bisa menekan angka perceraian? Sangat tidak masuk akal," ujarnya.
Rupanya cemoohan dan ejekan semacam itu bertebaran di medsos. Mungkin berpadu dengan kegeraman netizen akibat sejumlah anak sekolah mengalami keracunan akibat mengonsumsi MBG, dan perilaku sejumlah politisi yang arogan. Kemarahan dan kekecewaan berkembang ke semua lini pemerintahan.
Tapi apa iya, Tepuk Sakinah harus diejek dan ditertawakan? Saya adalah pihak yang menikmati Tepuk Sakinah. Bagaimana penjelasannya? Mari saya ceritakan.
Pagi tadi, Ahad 5 Oktober 2025, di Aula PDHI Sragen, Jawa Tengah, saya mengisi Seminar Keluarga Sakinah. Acara yang dilaksanakan oleh Yayasan Cinta Bumi Sukowati ini dibuka oleh ibu Linda Sigit Pamungkas, selaku Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Sragen.
Sebelum memulai pemaparan materi, saya bertanya kepada peserta secara terbuka.
"Adakah di antara Anda berasal dari instansi KUA?"
Satu orang peserta, duduk paling depan, langsung angkat tangan. Seorang ibu muda mengenakan pakaian khas Fatayat NU, ternyata beliau aktif sebagai Penyuluh Perkawinan KUA. Maka beliau saya minta untuk maju ke depan.
Semula beliau tampak bingung, karena tidak ada dalam agenda acara. Setelah beliau maju, saya baru mengajukan permintaan secara spontan.
"Belum lama ini KUA mengenalkan Tepuk Sakinah untuk menjaga keharmonisan pernikahan. Tolong ibu ajari kami semua yang ada di ruang ini, agar mengerti Tepuk Sakinah," ungkap saya.
Dengan cekatan dan terampil beliau langsung mempraktikkan Tepuk Sakinah. Semua peserta berdiri dan mengikuti instruksi Tepuk Sakinah. Sampai diulang beberapa kali agar semakin cepat diingat. Akhirnya saya menjadi hafal dan bisa mengucapkan, beserta tepukan dan gerakan tangan yang menyertainya.
Mari Kita Melakukan Tepuk Sakinah
Berpasangan...
Berpasangan...
Berpasangan...
Janji kokoh...
Janji kokoh...
Janji kokoh...
Saling cinta,
Saling hormat,
Saling jaga,
Saling ridho...
Musyawarah
untuk sakinah...