Lihat ke Halaman Asli

Amir Hady

sang pembelajar

Jejak Indah Nabi Muhammad SAW dalam Hidup Bertetangga

Diperbarui: 5 September 2025   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto istimewa

Di kota Madinah, tempat masyarakat beragam suku dan agama hidup berdampingan, Nabi Muhammad SAW hadir bukan hanya sebagai Rasul dan pemimpin umat, tetapi juga sebagai pribadi yang lembut, penyayang, dan penuh perhatian kepada tetangga. Kehidupan beliau memberi teladan nyata bagaimana iman diwujudkan dalam akhlak sosial sehari-hari.

Salah satu kisah yang terekam dengan sahih adalah peristiwa ketika seorang anak Yahudi yang menjadi pelayan Nabi SAW jatuh sakit. Rasulullah SAW menjenguknya, duduk di samping kepalanya, lalu dengan lembut mengajaknya masuk Islam. Anak itu menoleh kepada ayahnya, dan sang ayah berkata: "Taatilah Abul Qasim." Maka anak itu pun mengucapkan syahadat sebelum wafat. Nabi SAW pun bersyukur seraya berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak itu dari api neraka." (HR. Bukhari). Dari sini kita belajar bahwa perhatian tulus kepada tetangga, meski berbeda keyakinan, mampu membuka pintu hidayah.

Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya berbagi. Beliau berpesan kepada Abu Dzar al-Ghifari: "Wahai Abu Dzar, apabila engkau memasak kuah, perbanyaklah airnya, lalu bagikanlah kepada tetanggamu." (HR. Muslim). Pesan ini sederhana, namun maknanya dalam: Islam membangun kehidupan sosial yang penuh kepedulian, di mana dapur seorang Muslim tidak hanya mengenyangkan keluarganya, tetapi juga menjadi sumber kebahagiaan bagi tetangganya.

Begitu pula dalam hal menjaga hubungan baik, Nabi SAW memberikan bimbingan praktis. Ketika seorang sahabat bertanya tentang dua tetangga yang sama-sama berhak menerima hadiah, beliau menjawab: "Kepada yang lebih dekat pintunya denganmu." (HR. Bukhari). Jawaban singkat itu menegaskan bahwa perhatian pertama haruslah diberikan kepada lingkungan terdekat, sebab dari situlah keharmonisan sosial bermula.

Lebih dari itu, Rasulullah SAW menegaskan bahwa iman seseorang sangat erat kaitannya dengan sikapnya terhadap tetangga. Beliau bersabda, "Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman!" Para sahabat bertanya: "Siapa, wahai Rasulullah SAW?" Beliau menjawab: "Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya." (HR. Bukhari-Muslim). Pesan ini menggema hingga kini, bahwa menjaga kenyamanan tetangga adalah tanda kesempurnaan iman.

Suasana Madinah di masa Nabi seakan hidup kembali dalam kisah-kisah ini: rumah-rumah sederhana, pintu-pintu yang saling berhadapan, dan seorang utusan Allah yang berjalan dengan senyum tulus, menyapa, menjenguk, dan berbagi. Dari teladan beliau, kita belajar bahwa barokah hidup sering kali berawal dari hal-hal kecil: menjaga hubungan baik dengan tetangga. Allahumma sholli ala Muhammad.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline