Lihat ke Halaman Asli

Realitas Pembangunan di Indonesia: Tantangan Pemerataan dan Dampak Sentimen Politik di Desa-desa Terpencil

Diperbarui: 8 November 2023   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pexels.com

Kita semua berada di negara berkembang yang bernama Indonesia. Menurut Aristoteles, tujuan negara adalah mencapai kesempurnaan warganya melalui keadilan. Keadilan harus diterapkan di dalam negara, dan hukum berfungsi untuk memberikan hak-hak yang seharusnya diterima oleh setiap manusia.

Tujuan nasional bangsa Indonesia tercantum dalam UUD 1945 pada Alinea ke-4, yang menyatakan, "[...] melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial."

Kutipan ini bukan hal yang asing bagi saya, karena sejak duduk di bangku SD, setiap hari Senin dalam upacara bendera selalu dibacakan Pembukaan UUD 1945 sampai sudah menjadi teks hafalan. Dengan pertolongan Tuhan yang Maha Kuasa, perjalanan bangsa Indonesia telah mencapai usia ke-78 dengan kemajuan yang tidak kalah dengan dunia Internasional pada umumnya. Meskipun pembangunan bangsa Indonesia semakin maju, pemerataan pembangunan belum sepenuhnya tercapai dari pusat hingga desa-desa terpencil. Jujur saja, masih banyak tempat yang belum tersentuh oleh pembangunan nasional.

Ketidakmerataan ini tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah pusat hingga ke kabupaten dan kecamatan. Program pembangunan daerah setiap 5 tahun, menuju pesta demokrasi, seringkali hanya menjadi program yang diumumkan tetapi tidak terealisasi, mengecewakan masyarakat yang memiliki hak suara dalam pemilu.

Contoh kecil di lingkungan masyarakat Ambon warga Farmasi Atas, pada pemilihan anggota dewan tahun 2014 meninggalkan trauma karena adanya calon legislatif yang meraup suara para tukang ojek dan masyarakat dengan janji air gratis selama satu minggu untuk setiap rumah jika terpilih, yang pada akhirnya tidak terealisasi.

Kabar mengejutkan, namun sekaligus membahagiakan, muncul saat membaca artikel Jossi Linansera melalui Tiakur-Tribun Maluku.com berjudul "Oyang Noach Mewujudkan Mimpi Masyarakat Dusun Poliwu." Saya berikan apresiasi atas perhatian dari Bapak Bupati Maluku Barat Daya yang masih memimpin. Anehnya melalui wawancara dengan tokoh masyarakat bernama Izak, disampaikan bahwa dusun Poliwu terisolir dan menjadi korban politik serta anak tiri dari pemimpin sebelumnya. Dalam konteks ini, 90% warga dusun Poliwu memilih kandidat lain sebagai lawan politik yang pada akhirnya kalah, menyebabkan dusun Poliwu tidak mendapatkan perhatian.

Konsekuensinya, jalan menuju dusun Poliwu sepanjang kurang lebih dua kilometer rusak parah dan tidak dapat diakses oleh alat transportasi selama 10 tahun, diabaikan oleh pemerintah daerah sebelumnya. Bukan hanya itu, hal yang lain pun sangat nyata seperti pemasangan listrik bagi masyarakat yang tidak mampu, yang seorang dianakemaskan dan yang lain dianaktirikan.

Berita baik datang dengan kepemimpinan Bupati Maluku Barat Daya, Bapak Oyang Noach, yang memberikan harapan bagi masyarakat dusun Poliwu dalam pembangunan jalan. Dengan terisolirnya pembangunan dusun Poliwu sebagai warga Maluku Barat Daya, saya menyimpulkan bahwa masih terdapat ketidaksetaraan dalam pembangunan di berbagai tempat, terutama di desa-desa terpencil. Sentimen politik yang masih kuat juga terjadi, di mana masyarakat yang memilih pemimpin tertentu mendapatkan prioritas, sementara yang berbeda pilihan diabaikan dan bahkan diintimidasi.

Sebagai catatan, semoga praktek sentimen politik tidak terjadi di tempat pembaca berada.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline