Lihat ke Halaman Asli

nurulazizah

Undergraduate Sharia Economics IPB University

Mungkinkah Kesetaraan Ekonomi dalam Islam Terwujud Tanpa Kesenjangan

Diperbarui: 9 Maret 2025   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ketimpangan ekonomi terus menjadi isu mendesak yang mengancam stabilitas global. Di Indonesia, jurang antara kelompok berpenghasilan tinggi dan rendah kian melebar, memicu pertanyaan mendasar: adakah jalan untuk mewujudkan pemerataan ekonomi yang inklusif? Sebagai sistem yang mengintegrasikan nilai spiritual dan tata kelola kehidupan, Islam menawarkan konsep ekonomi berbasis keadilan melalui instrumen uniknya. Zakat, infak, sedekah, wakaf, hingga etika transaksi yang manusiawi menjadi mekanisme redistribusi kekayaan berbasis solidaritas. Namun, benarkah mekanisme ini mampu menjawab kompleksitas masalah kekinian? Di titik inilah peran strategis pendidikan dan pemberdayaan masyarakat mengemuka sebagai faktor penentu. Bagaimana sinergi antara prinsip Islam, pendidikan, dan kebijakan modern dapat membuka jalan menuju kesetaraan?

Peran instrumen ekonomi islam dalam redistribusi kekayaan

Islam menawarkan seperangkat mekanisme ekonomi yang dirancang untuk memerangi ketimpangan sosial. Zakat, misalnya, lebih dari sekadar kewajiban ritual,yaitu strategi sistematis untuk meratakan distribusi kekayaan. Mekanisme ini mentransfer sumber daya dari kalangan berkecukupan kepada yang membutuhkan, sekaligus memastikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan pendidikan. Tak hanya zakat, praktik infaq, sedekah, dan wakaf juga dirancang untuk meningkatkan kapasitas kelompok rentan secara ekonomi melalui bantuan langsung atau pembiayaan proyek produktif.

Tak kalah penting, qard al-hasan (pinjaman tanpa bunga) menawarkan jalan keluar bagi pelaku usaha dari kalangan kurang mampu untuk mengakses modal tanpa jerat riba. Larangan riba dalam Islam bukan hanya prinsip moral, tetapi juga kebijakan ekonomi yang menghambat akumulasi aset di tangan kelompok tertentu.

Meskipun instrumen ekonomi Islam seperti zakat dan wakaf telah berperan besar dalam mengurangi kesenjangan, redistribusi kekayaan saja tidak cukup. Untuk menciptakan kesetaraan yang berkelanjutan, pendidikan dan pemberdayaan menjadi kunci utama. Tanpa akses ke pendidikan yang berkualitas dan peluang pemberdayaan, upaya mengurangi kesenjangan hanya akan bersifat sementara.

Apakah pendidikan atau pemberdayaan berperan dalam menciptakan kesetaraan ekonomi?

Pendidikan dan pemberdayaan memiliki peran penting dalam menciptakan kesetaraan ekonomi. Pendidikan yang berkualitas memberikan individu pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengakses berbagai peluang kerja. Dengan kompetensi yang memadai, seseorang dapat meningkatkan produktivitas, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan pendapatan. Lebih dari sekadar faktor individu, pendidikan juga berperan dalam memutus rantai kemiskinan antar generasi serta mengurangi eksklusi sosial. 

Pemberdayaan memainkan peran dalam mewujudkan kesetaraan ekonomi dengan cara memperluas akses masyarakat, khususnya kelompok yang rentan, terhadap sumber daya, pelatihan, dan peluang ekonomi. Melalui proses ini, individu dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemandirian finansial serta berkontribusi lebih besar dalam kegiatan ekonomi, juga mendukung inklusi ekonomi dengan mengurangi kesenjangan sosial dan memastikan setiap orang memiliki kesempatan yang setara untuk berkembang. 

Selain pendidikan dan pemberdayaan, ada satu aspek penting yang sering terlupakan, yaitu etika bisnis. Dalam Islam, bisnis tidak hanya tentang mencari keuntungan, tetapi juga tentang menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua. Etika bisnis Islami menawarkan prinsip-prinsip yang dapat mencegah eksploitasi dan memastikan distribusi kekayaan yang lebih merata.

Etika bisnis islami dan dampak terhadap kesenjangan

Etika Bisnis Islami ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada orang lain maupun organisasi atau kelompok serta masyarakat. Etika bisnis memegang peranan penting dalam membentuk pola dan sistem transaksi bisnis yang pada akhirnya menentukan nasib bisnis yang dijalankan seseorang. Sisi yang cukup menonjol dalam meletakkan etika bisnis Nabi Muhammad SAW adalah nilai spiritualisme, humanisme, kejujuran, keseimbangan dan semangatnya. Nilai-nilai tersebut telah melandasi tingkah laku dan sangat melekat serta menjadi ciri kepribadian sebagai manajer profesional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline