Pengamalan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi budaya sejak zaman dahulu kala. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam setiap silanya merupakan hasil perenungan yang mendalam dari para pendahulu Bangsa ini. Mereka, para tokoh Bangsa Indonesia telah berfikir jauh ke depan, demi kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermartabat.
Nilai-nilai Pancasila tak bertentangan sama sekali dengan agama mana pun. Baik yang berupa hubungan sosial (Hablum minannas), maupun yang berkaitan dengan Ketuhanan (Hablum minallah). Dari lima silanya dijabarkan menjadi 36 butir pengamalan yang Pancasila. Dari setiap butirnya tercermin pemikiran, perkataan dan perbuatan luhur yang diharapkan dari setiap warga negara. Menjadi pedoman hidup sepanjang masa. Pengamalan Pancasila secara murni dan konsekwen seperti yang pernah digaungkan pada pemerintahan orde baru, mungkin bisa menjadi solusi dekadensi moral di zaman ini. Nilai moralitas yang terkandung dalam Pancasila sangat fleksibel. Sehingga bisa menyentuh segi kehidupan di semua level. Dari rakyat jelata sampai kaum elit, sosialita dan pejabat negara.
Untuk menanamkan karakter Pancasila, pendidikannya bisa diterapkan melalui pembiasaan-pembiasaan anak sejak dini. Dimulai sejak di dalam rumah tangga, PAUD, sampai di semua jenjang sekolah. Ketika karakter Pancasila telah menjadi nafas dan jiwa setiap warga negara Indonesia, diharapkan dapat menangkal arus globalisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Sehingga dapat meminimalisasi kasus-kasus yang mencederai harkat kemanusiaan dan martabat bangsa.
Derasnya arus budaya asing yang serta maraknya berita hoaks memungkinkan generasi muda tanpa karakter Pancasila yang tangguh, akan mudah terkontaminasi faham radikalisme, atheisme dan lain-lain yang akan menghancurkan kehidupan bangsa. So, Pancasila sebagai falsafah hidup Bangsa Indonesia selalu relevan .dari zaman ke zaman.