Lihat ke Halaman Asli

Nuning Sapta Rahayu

TERVERIFIKASI

Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Bahagia Itu Pilihan, Bukan Pencarian: Menemukan Bahagia Dalam Pilihan-Pilihan Kecil Dalam Hidup

Diperbarui: 19 Mei 2025   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Hidup dan Kebahagiaan (Sumber: freepik)

Bahagia: Antara Eksistensi dan Kesadaran

Apa itu bahagia? Pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana, namun telah menjadi bahan perdebatan panjang dalam sejarah filsafat. 

Sejak zaman Aristoteles hingga eksistensialis modern seperti Jean-Paul Sartre, bahagia tak pernah dianggap sekadar perasaan menyenangkan yang muncul tiba-tiba. Ia lebih dalam daripada itu—bahagia adalah keadaan batin, hasil dari kesadaran, makna, dan pilihan hidup yang otentik.

Hedonia vs Eudaimonia: Kebahagiaan yang Mana?

Filsuf Yunani Kuno, Aristoteles, membedakan antara hedonia (kesenangan sesaat) dan eudaimonia (kebahagiaan sejati). 

Menurutnya, kebahagiaan sejati bukan terletak pada kenikmatan sesaat atau pencapaian duniawi semata, melainkan pada kehidupan yang dijalani dengan kebajikan dan akal sehat.

Kita hidup di era yang banyak menjual hedonia: bahagia diasosiasikan dengan traveling mewah, kepopuleran media sosial, atau kepemilikan materi. 

Namun, apakah itu sungguh kebahagiaan? Ataukah hanya ilusi yang justru menjauhkan kita dari diri sejati?

Viktor Frankl dan Makna dalam Penderitaan

Dalam buku Man’s Search for Meaning, Viktor Frankl—seorang psikiater sekaligus penyintas kamp konsentrasi Nazi—menggugat gagasan bahwa kebahagiaan harus selalu hadir dalam bentuk kenyamanan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline