Dalam dua dekade terakhir, dunia pendidikan Indonesia telah menyaksikan enam kali perubahan kurikulum—mulai dari Kurikulum 1994 hingga Kurikulum Merdeka. Dan sebentar lagi kita mengimplementasikan Pembelajaran Mendalam.
Setiap perubahan hadir dengan semangat pembaruan, menjanjikan solusi atas tantangan zaman. Namun, di balik semangat itu, muncul tanya yang tak bisa dihindari: apakah arah pendidikan kita sudah jelas, atau justru masih mencari bentuk?
Di tengah semangat reformasi kurikulum yang terus bergulir, bagaimana nasib para guru, siswa, dan ekosistem pendidikan kita?
Kilas Balik: 6 Kurikulum dalam 20 Tahun
Sejak tahun 2004, Indonesia telah menerapkan enam kurikulum berbeda. Dimulai dari Kurikulum 1994 yang masih menekankan pada capaian materi dan standar nasional.
Kemudian datang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada 2004, yang fokus pada pengembangan kompetensi siswa, namun belum sepenuhnya matang di lapangan. Penyempurnaan dilakukan melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, memberi otonomi lebih besar kepada sekolah.
Pada 2013, Kurikulum 2013 (K-13) diimplementasikan dengan pendekatan ilmiah dan penguatan karakter siswa, meskipun mengalami beberapa revisi.
Selanjutnya, pandemi COVID-19 memunculkan Kurikulum Darurat tahun 2020 sebagai adaptasi pembelajaran jarak jauh. Terakhir, Kurikulum Merdeka mulai diperkenalkan sebagai kurikulum yang lebih fleksibel dan berfokus pada kebebasan belajar serta pengembangan profil pelajar Pancasila.
Dampak Gonta-Ganti Kurikulum
Perubahan yang begitu sering membawa konsekuensi nyata bagi pelaku pendidikan. Guru dituntut untuk terus beradaptasi, mengikuti pelatihan, dan menyesuaikan strategi pembelajaran di tengah beban administratif yang semakin berat.