Kekecewaan masyarakat terhadap SPBU Pertamina kembali memuncak setelah skandal pengoplosan BBM Pertamax oleh oknum SPBU mencuat ke publik.
Kepercayaan yang tersisa semakin luntur, dan kini banyak orang mulai bertanya-tanya: "Seandainya Shell atau Vivo sudah hadir di lebih banyak daerah, apakah kita masih mau bertahan dengan Pertamina?"
Selama bertahun-tahun, masyarakat tidak memiliki banyak pilihan selain membeli BBM dari SPBU Pertamina.
Tetapi dengan maraknya isu korupsi, pengoplosan, dan ketidakjujuran dalam pelayanan, pertanyaan besar pun muncul: apakah Pertamina memang layak menjadi satu-satunya pilihan?
Dikhianati di SPBU Sendiri
Bagi pengguna kendaraan, bahan bakar bukan hanya soal harga, tetapi juga soal kualitas dan kejujuran penyedia layanan. Selama ini, banyak orang percaya bahwa membeli Pertamax berarti mendapatkan bahan bakar dengan kualitas lebih baik. Mereka rela membayar lebih mahal demi menjaga performa mesin kendaraan.
Namun, skandal terbaru membuktikan bahwa kepercayaan itu telah dikhianati. Sejumlah SPBU diduga mengoplos Pertalite dengan BBM beroktan lebih rendah, tetapi menjualnya sebagai Pertamax dengan harga lebih tinggi.
Konsumen membayar mahal, tetapi yang didapatkan justru BBM berkualitas buruk yang bisa merusak mesin kendaraan dalam jangka panjang.
Ini bukan pertama kalinya masyarakat dikecewakan oleh SPBU Pertamina. Sebelumnya, ada banyak laporan tentang pengurangan takaran BBM, di mana jumlah bahan bakar yang masuk ke tangki kendaraan tidak sesuai dengan angka di pompa.
Praktik curang ini sudah sering terjadi, tetapi masih terus berulang seolah tidak ada sanksi yang benar-benar membuat jera.
Tak heran, banyak orang kini merasa seperti dipaksa setia kepada Pertamina, bukan karena kualitasnya, tetapi karena mereka tidak punya pilihan lain.