Lihat ke Halaman Asli

Tatang Tarmedi

Untuk share info mengenai politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Penjualan Buku LKS Banyak Repotkan Orangtua Siswa

Diperbarui: 13 Februari 2022   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ft. Antaranews. com

 Penjualan buku Lembaran Kerja Siswa (LKS)  ke beberapa sekolah,  ternyata realitanya, terutama bagi orang tua siswa dari kalangan kurang mampu,  menambah beban kehidupan mereka. 

Fenomena seperti ini,  kadang tidak dirasakan oleh pihak guru, kepala sekolah bahkan komite sekolahnya.Ada satu kejadian,  mungkin pula kejadian seperti ini terjadi di banyak tempat,  penagihan utang buku LKS terang-terangan di forum grup kelas,  tidak ke WA pribadinya. Atas kejadian ini,  banyak orang tua siswa yang merasa dipermalukan.

Bahkan,  tak jarang,  Komite sekolah,  menagih utang buku LKS hingga ke rumah orangtua siswa. Akibatnya,  banyak siswa yang telat bayar utang buku LKS,  enggan ke sekolah karena merasa malu. Apalagi,  sistem penagihannya lewat grup sekolah.

Atas dasar banyak orangtua siswa yang keberatan untuk beli buku LKS, pertanyaannya kenapa guru di sekolah itu tidak bisa kreatif untuk membikin modul pembelajaran bagi siswz-siswanya. Padahal,  di sekolah-sekolah yang menolak kehadiran LKS,  guru-gurunya kreatif bikin sendiri modul pembelajaran bagi siswa-siswanya.

Pernah,  penulis bincang-bincang,  dengan Kepala Sekolah yang tidak menjual buku LKS  kepada siswa-siswanya. Beliau berdalih, katanya kasihan di masa Pandemi ini,  bagi masyarakat kurang mampu, keharusan untuk membeli buku LKS,  akan semakin nemberatkan beban mereka. Kata kepsek itu,  bagi guru dan kepala sekolah,  mungkin uang Rp. 100 ribu hingga Rp.  150 ribu itu kecil,  namun bagi si kurang manpu,  uang senilai itu susah dicari.

Guru dan Kepala Sekolah yang berpikiran seperti ini, saya yakin banyak. Hanya,  kenapa,  nurani seperti ini tidak kena kepada guru,  kepala dan komite sekolah yang selama ini masih membiarkan orangtua siswanya terbebani utang LKS.

Padahal,  rujukan hukumnya telah jelas. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008. Kemudian,  lahir pula Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010. Lalu,  diperkuat lagi,  Permendiknas Nomor 75 Tahun 2016. Disusul lagi,  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017. Semua itu larangan bagi satuan pendidikan untuk menjual buku pelajaran kepada murid.  ( Tatang Tarmedi )




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline