Perjalanan kurikulum Indonesia selalu berjalan beriringan dengan kondisi politik nasional. Sejak awal kemerdekaan, setiap kebijakan perubahan kurikulum cenderung mengikuti arah kebijakan pemerintahan yang sedang berkuasa. Hal ini menimbulkan wacana penting mengenai seberapa besar campur tangan politik dalam menentukan isi dan pelaksaan kurikulum nasional.
Kebijakan pendidikan, khususnya kurikulum, sering mengalami perubahan setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan di tingkat kementerian. Hal ini disebabkan oleh perbedaan visi serta strategi pendidikan yang dibawa oleh masing-masing pemeggang kebijakan. Sebagai contoh, Kurikulum 2006 (KTSP) digantikan oleh Kurikulum 2013, lalu muncul kebijakan Merdeka Belajar. Pergantian ini lebih banyak dilandasi oleh kepentingan politik atau arah baru kementerian, bukan semata karena hasil evaluasi atau kebijakan mendalam terhadap kurikulum sebelumnya.
Campur tangan politik yang terlalu besar dalam penyusunan kurikulum dapat menimbulkan ketidakkonsistenan dalam proses pendidikan. Guru harus tetap dan terus menyesuaikan diri dengan kebijkan atau kurikulum baru yang belum tentu dimengerti sepenuhnya, sementara peserta didik harus beradaptasi dengan pendekatan atau metode pembelajaran yang berubah-ubah. Akibatnya, proses belajar mengajar menjadi kurang efektif karena belum didukung oleh kesiapan sumber daya manusia dan sarana yang memadai.
Tidak hanya memengaruhi substansi kurikulum, politik juga berperan dalam menentukan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan. Meskipun kinstitusi menetapkan bahwa sekurang-kurangnya 20% dari anggaran negara dialokasikan ke bidang pendidikan, dalam faktanya, angka tersebut sering kali tidak tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian pemerintah mengenai pendidikan masih belum menjadi prioritas utama.
Dari raian di atas, dapat disimpulkan bahwa dinamika politik sangat berpengaruh terhadap perubahan arah serta keberlangsungan kebijakan kurikulum di Indonesia. Sayangnya, jika perubahan ini lebih dipicu oleh kepentingan jangka pendek dibanding kebutuhan pendidikan yang sebenarnya, hal tersebut dapat menganggu konsistensi dan keberlanjutan sistem pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan kebijakan yang lebih stabil, bebas dari tekanan kepentingan politik jangka pendek, dan berdasarkan kajian ilmiah dan kebutuhan peserta didik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI