Lihat ke Halaman Asli

Nasywa Hanni Tsuraya

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Dari Es Buah di Teras Rumah hingga Bertahan di Tengah Pandemi: Perjalanan UMKM Bu Marsidah Beserta Sang Ibu

Diperbarui: 13 Juni 2025   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Penulis bersama Bu Marsidah, sosok tegar dan penuh semangat (sumber:dokumentasi pribadi)

                 Di balik gang sempit di kawasan pesantren Krapyak, Yogyakarta, berdiri sebuah warung sederhana yang tak hanya menyajikan kesegaran es buah, tetapi juga sarat dengan kisah perjuangan. Warung itu milik Ibu Sri Marsidah, seorang perempuan tangguh yang telah berdagang sejak tahun 1990-an.

Warung es milik Bu Marsidah adalah usaha rumahan kecil yang awalnya hanya menyajikan es buah. Namun, akhirnya berinisiatif untuk menjual berbagai macam minuman sachet yang disukai oleh para santri, warung tersebut berkembang menjadi pusat jajanan minuman sachet seperti teh, kopi instan, dan minuman serbuk lainnya. Usaha ini bukan sekadar urusan dagang, melainkan bentuk keteguhan hati dalam menghadapi berbagai pasang surut kehidupan.

Kisah usaha kecil ini dimulai ketika Bu Marsidah masih duduk di bangku SMA. Ia membantu sang ibu, yang biasa dipanggil Simbok, berjualan di depan rumah. Berbekal rasa ingin membantu keluarga dan kebiasaan melayani para santri yang mondok di sekitar rumahnya, bisnis kecil ini mulai dikenal.

"Awalnya hanya jualan es buah saja. Tapi karena banyak santri datang dan kesukaannya beda-beda, akhirnya simbok inisiatif jualan minuman sachet juga," ujar Bu Marsidah saat diwawancarai.

Letak rumah yang strategis di dekat pesantren membuat warung ini tak pernah sepi pembeli, terutama pada sore menjelang malam saat para santri diberi waktu keluar lingkungan pondok. Warung Bu Marsidah seolah menjadi 'tempat wajib mampir' bagi para santri. Ini menjadikan usahanya cepat berkembang meskipun dengan modal terbatas.

Bertahun-tahun konsisten berjualan membuat warung Bu Marsidah dikenal luas. Meskipun hanya menjual es dan jajanan pasar, omzetnya tergolong stabil. Harga yang murah meriah, keramahan dalam melayani, dan cita rasa yang pas membuat banyak pelanggan merasa betah dan ingin kembali lagi.

Keberhasilan ini juga dibarengi dengan nilai-nilai hidup yang selalu dipegang oleh Bu Marsidah dan Simbok, yaitu jujur, ikhlas, dan sabar. Bagi mereka, berjualan bukan hanya tentang mencari uang, tetapi juga bentuk ibadah dan pengabdian kepada sesama.

"Resepnya itu ya jujur, ikhlas. Dan yakin, semua sudah ada takdirnya," ucap beliau dengan mata berkaca-kaca.

Namun seperti kebanyakan pelaku UMKM lainnya, masa pandemi menjadi cobaan berat bagi warung Bu Marsidah. Saat seluruh pesantren ditutup dan para santri dipulangkan, pelanggan pun seketika menghilang. Kondisi ini membuat warung nyaris tutup.

"Waktu itu sempat ingin berhenti. Tapi simbok bilang, 'wes to, awak dewe kudu iso ikhlas, kuat, lan pasrah karo Gusti Allah'. Dari situ saya semangat lagi," cerita Bu Marsidah.

Di tengah keterbatasan, mereka memutuskan untuk tetap berjualan dari teras rumah agar bisa terlihat oleh pengguna jalan. Meski pembeli tidak sebanyak dulu, setidaknya usaha kecil ini masih terus berjalan. Mereka pun mencoba menjual produk ke tetangga-tetangga sekitar yang masih tinggal di rumah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline