Lihat ke Halaman Asli

najla abidah

mahasiswa

Catatan Mingguan Meresume Artikel "Tabola Bale: Dari Lirik Lokal Ke Ruang Publikasi Nasional"

Diperbarui: 23 September 2025   22:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Minggu lalu hari Rabu tanggal 17 September 2025 jam 07.30-09.30 bertepatan dengan jadwal mata kuliah Pendidikan Pancasila kelas 1ABCD dengan Bapak Drs. Study Rizal LK,MA yang diselenggarakan secara daring/online karena semua kelompok dari ABCD masih belum menyiapkan PPT untuk presentasi karena hal itu akhirnya kita semua melaksanakan perkuliahan secara daring/online. Bapak Study meminta kita untuk membuat resume mingguan boleh meresume materi yang dijelaskan saat zoom ataupun meresume artikel bapak Study di Kompasiana. Disini saya meresume tulisan beliau yang berjudul "Tabola Bale: Dari Lirik Lokal Ke Ruang Publikasi Nasional".

Menurut saya, fenomena lagu Tabola Bale adalah contoh nyata bagaimana sebuah karya sederhana dari daerah bisa memperoleh tempat istimewa di ruang publik nasional. Lagu ini lahir dari akar budaya lokal Nusa Tenggara Timur, dengan lirik yang memadukan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan sedikit bahasa Minang. Perpaduan ini menghasilkan nuansa segar, jenaka, dan penuh energi. Tabola Bale tidak hanya sekadar lagu hiburan, tetapi juga menjadi simbol bagaimana keragaman bahasa dan budaya di Indonesia bisa saling bertemu dalam satu ekspresi yang meriah.

Kehadiran lagu ini di panggung nasional, tepatnya saat perayaan HUT RI ke-80 di Istana Merdeka, semakin mempertegas makna tersebut. Biasanya, acara kenegaraan identik dengan suasana formal dan kaku. Namun, ketika Tabola Bale diperdengarkan, suasana menjadi cair. Para pejabat negara, tamu undangan, hingga masyarakat yang menyaksikan ikut larut dalam irama, bahkan berjoget bersama. Momen ini kemudian menyebar luas di media sosial, menjadi viral, dan semakin menguatkan posisi lagu ini sebagai simbol kegembiraan bersama yang melampaui sekat formalitas.

Fenomena ini bisa dibaca lebih dalam. Bagi saya, Tabola Bale adalah bukti bahwa budaya populer lokal dapat menjadi "bahasa politik" yang menyatukan masyarakat di tingkat nasional. Dengan menghadirkan lagu ini di pusat kekuasaan negara, pemerintah seolah menyampaikan pesan bahwa identitas Indonesia bukan hanya terpusat pada budaya dominan, tetapi juga merangkul ekspresi daerah yang hidup, segar, dan membumi. Hal ini memperlihatkan wajah Indonesia yang inklusif, muda, dan penuh energi.

Namun, saya juga menyadari bahwa penghargaan simbolik semacam ini tidak cukup jika hanya berhenti di tataran seremoni. Lagu Tabola Bale memang berhasil membuat kita bangga dan merasa dekat dengan keragaman budaya, tetapi kenyataannya masyarakat di wilayah timur Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan mendasar, mulai dari ketimpangan sosial-ekonomi hingga keterbatasan akses pembangunan. Artinya, jika negara benar-benar ingin merayakan budaya lokal, maka pengakuan itu harus diikuti dengan kebijakan nyata yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian, Tabola Bale bukan hanya lagu yang membawa keceriaan, melainkan juga pengingat bagi kita semua. Ia mengingatkan bahwa keragaman budaya Indonesia adalah kekayaan yang harus dirawat, bukan hanya melalui simbol dan seremoni, tetapi juga lewat tindakan nyata. Jika hal ini bisa diwujudkan, maka lagu-lagu seperti Tabola Bale tidak hanya akan menjadi hiburan sesaat, melainkan juga cermin dari keadilan dan persatuan yang benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline