Lihat ke Halaman Asli

Fretilin –Portugal --- berapa kuat efek Pemogokan-Freeport dan pengaruh AS - Aussei ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

[caption id="attachment_141117" align="aligncenter" width="620" caption="Indonesia Pusaka --- Bisakah diwariskan Utuh, Sayangku ? Enyahkan Budaya Korupsi, Insya Allah Bisa ! (Dalang Tukidjan)"][/caption]

Fretilin dengan operasi Klandistin --- konon kekuatan fisik mereka hanya 300.000 orang saja. Memang plus diplomasi Portugal.Indonesia tersingkir dengan kegagalan secara militer dan secara diplomasi --- referendum oleh PBB.Gigit jari !

 

Pemogokan pekerja Freeport dengan tuntutan normatif --- kenaikan upah dan kesejahteraan.Telah memakan korban dan eskalasi tindakan polisional. Apakah Indonesia efektif melakukan tindakan polisional (plus ?).Ah.

 

Di Opini Nasional selalu dipertanyakan .Siapa yang bermain di Papua ?Penembakan misterius di (Mimika) Timika, dan peristiwa Abepura --- adalah eskalasi gerakan gerilya dan tindakan politik yang mempunyai implikasi International.Di Kongres Amerika Serikat maupun di Konferensi London.

 

Indonesia jangan menganggap enteng eskalasi ini ---ada sejumlah konsiderans diplomatik dan hukum yang dipegang pihak sana.

 

Indonesia jangan terbuai dengan kesediaan Freeport untuk renegosiasi --- dan konon pernyataan pihak Australia, akan menjamin keutuhan NKRI.

 

Kemelut polisionaldan isu gratifikasi --- janganlah disepelekan. Isu itu,  apakah demikian rendahnya morale aparat yang bertugas di sana.Janganlah kita terus-terusan bertanya : Siapa yang bermain di Papua ?

Berita di Kompas.Com ini hari tentang Blokade, perusakan prasarana dan sarana produksi, kerugian USD bagi Freeport (yang bernilai 18-19 juta dollar US ), maupun dividen bagi Pemerintah Indonesia senilai 8 juta USD --- bukanlah jumlah yang sepele.

 

Mengapa tindakan keras pembukaan blokade tidak jadi dilakukan ?  Bagaimana hitung-hitungannya ?

 

Operasi Freeport yang telah terhenti sejak 22 Oktober --- dan lemahnya aksi polisional (plus) serta ketidak berhasilan Negosiasi --- antara Pekerja dengan Management Freeport menunjukkan 2 hal :

 

  1. Lemahnya Intelijen yang beroperasi di Papua
  2. Ketidakmampuan Pemerintah ( dhi Kementrian Nakertrans) melakukan antisipasi dan proaktif terhadap hubungan industrial di Freeport (malah konon Kepolisian memperoleh “uang saku”  ?) --- dan Pemerintah telah pula menikmati setoran pajak, royalti dan dividen sejumlah Rp. 19 triliun). Mengapa APBN tidak cukup memelihara morale pasukan ?

Rationalisasi Pemerintah menganggarkan “pendapatan” dibanding “belanja operasi pengamanan” seharusnya sudah bisa mendisiplinkan aparat untuk tidak mendekati unsur dan anasir “gratifikasi”.

 

Ingat Indonesia telah ribut sendiri tentang pelaksanaan Otonomi di Papua  ?  Mengapa gagal, bukankah Otsus adalah Kebijakan untuk memajukan Daerah dan Masyarakat Papua ?

 

Sebenarnya seberapa kompeten Pemerintah Pusat dan Daerah melaksanakan Undang-undang dan Undang-undang Dasar 1945 Amendemen ?

 

Ingat “the man behind the gun”!  Hanya itu saja kok repot ?

Budaya Korupsi, Kelengahan, Menggampangkan Implementasi, dan tidak membaca dengan seksama “eskalasi gangguan keamanan”--- posisi Indonesia bisa menjurus menjadi pecundang.

 

Ingat Timor Timur, dan Aceh sebelum Perdamaian --- sukar dan biaya tinggi.Insyaflah !

[MWA] (PolhankamNet – 33)

*)Ilustrasi ex Internet

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline