Lihat ke Halaman Asli

Nurul Mutiara R A

Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Heritage of Toba: Ketika Folklore, Sains, dan Wisata Menjadi Satu Kesempurnaan

Diperbarui: 27 September 2021   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : Editan Pribadi

Samosir tertidur begitu lelap. Bahkan ketika sekelilingnya dipenuhi air, ia tak bergeming. Tubuhnya masih tetap diam dalam balutan pepohonan yang menjulang. Entah kapan ia akan terbangun untuk sekadar berbincang dengan ibunya--yang bisa jadi--masih berenang bersama sang ayah, Toba. 

***

Seorang lelaki memanggul seutas pancing lengkap dengan senar dan umpan. Dengan tubuh bermandi keringat, ia bersemangat menuju sungai tempatnya biasa memancing. Seekor katak kecil plus beberapa ekor cacing terlihat lunglai di dalam  wadah yang terbuat dari bambu. Lelaki itu biasa dipanggil Toba. 

Toba memang dikenal sebagai pemancing ulung. Ia sering mendapatkan ikan besar lantas dijual ke pasar untuk mencukupi hidupnya. Suatu hari, ketika Toba tengah asyik duduk di sebuah batu pinggir kali, ia dikejutkan dengan kailnya yang bergerak hebat.   

Adu tarik menarik terlihat begitu sengit. Ikan yang tak mau mengalah ditambah Toba yang bersemangat, membuat pertarungan itu berlangsung alot. Namun demikian, pada akhirnya, Toba-lah yang menjadi jawaranya. Ia mendapat seekor ikan emas besar yang terlihat menggelepar di atas rerumputan pinggir kali. 

Saat Toba hendak mencopot mata kail dari sang ikan, tiba-tiba suasana menjadi hening. Sekeliling Toba dipenuhi kabut cukup tebal dengan aura yang mencekam. Ikan yang Toba sentuh mulai bergerak hebat dan seketika berubah wujud menjadi perempuan berparas ayu.

Beberapa bulan kemudian, terdengar berita bahwa Toba melangsungkan pernikahan dengan perempuan dari daerah lain, perempuan yang sebenarnya merupakan jelmaan ikan emas yang telah Toba tangkap. Selanjutnya, pasangan tersebut hidup bahagia hingga lahirlah seorang anak lelaki bernama Samosir.   

Bertahun-tahun berlalu, Samosir tumbuh menjadi anak yang usil dan suka bermain. Suatu hari, ia diamanahi ibunya untuk mengantar bekal ke Toba yang tengah berladang di kebun pinggir kali.   

Lalai, bukannya memberikan ke sang ayah, Samosir justru memakan setengah bekal tersebut. Ketika tiba di ladang, sang ayah mendapati bekalnya berkurang cukup banyak. Toba yang kala itu sedang kelelahan bukan main, emosinya memuncak. Dengan kasar dan beringas, ia membentak “Dasar anak Ikan, pantas tak punya rasa hormat pada orang tua”.

Samosir ketakutan hingga menangis. Ia lantas berlari meninggalkan ayahnya menuju sang ibu. Di ladang, Toba mulai resah tanpa alasan. Mendadak, mendung hitam  bergumul. Petir begitu keras menyambar dan memuntahkan air yang begitu deras. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline