Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Dahron

TERVERIFIKASI

Penulis

FOMO Lebaran, Apakah Kita Terjebak dalam Budaya Konsumtif?

Diperbarui: 27 Maret 2025   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gaya hidup konsumtif (sumber gambar: bengkuluekspress.disway.id)

Lebaran selalu identik dengan kebahagiaan, silaturahmi, dan tentu saja belanja besar-besaran. 

Dari pakaian baru, hampers eksklusif, hingga hidangan spesial, segala sesuatu tampaknya harus lebih istimewa dibanding hari biasa. 

Mall, marketplace online, dan pusat perbelanjaan dipenuhi promo menggiurkan, membuat banyak orang tergoda untuk membeli lebih dari yang sebenarnya mereka butuhkan.

Di balik euforia ini, ada fenomena psikologis yang sering tidak disadari: Fear of Missing Out (FOMO), atau ketakutan tertinggal dari tren sosial. 

Banyak orang membeli sesuatu bukan karena kebutuhan, tetapi karena tekanan lingkungan dan media sosial. 

Melihat orang lain mengenakan pakaian baru atau membagikan hampers mewah di Instagram membuat kita merasa perlu melakukan hal yang sama, meskipun kondisi keuangan tidak selalu mendukung.

Akibatnya, banyak orang mengeluarkan uang dalam jumlah besar, bahkan hingga berutang, demi memenuhi ekspektasi sosial yang sebenarnya tidak wajib. 

Apakah kita benar-benar menikmati Lebaran, atau hanya terjebak dalam budaya konsumtif yang semakin menjadi-jadi? 

Mengapa FOMO Lebaran Terjadi?

FOMO saat Lebaran tidak terjadi begitu saja. Ada berbagai faktor yang mendorong perilaku konsumtif ini, mulai dari tekanan sosial, ekspektasi budaya, hingga strategi pemasaran yang semakin agresif. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline