Ketika Yudo Achilles Sadewa, putra Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa, memposting di Instagram Story pada 8 September 2025, dunia maya langsung heboh. Dengan kelugasan dia menggunggah tulisan di Instagram Story. Ia menulis, "Alhamdulliah, Ayahku menumbangkan agen CIA Amerika yang menyamar sebagai menteri." Yang dimaksud? Tak lain dan tak bukan adalah Sri Mulyani Indrawati, mantan menteri keuangan legendaris yang digantikan ayahnya.
Tak sampai 24 jam, Yudo buru-buru menghapus unggahan itu, menonaktifkan akun Instagram-nya, dan muncul di TikTok dengan klarifikasi sambil terkekeh: "Itu cuma bercanda sama temen, kok viral!" Ia menyalahkan "ternak Mulyono", sebutan sinis untuk pendukung setia Joko Widodo, yang katanya membesar-besarkan candaannya. Banyak yang marah. Banyak pula yang menertawakan.
Ada yang bilang Yudo harus "dibredel," akunnya diblokir, mulutnya disumpal. Tapi, tunggu dulu. Bukankah lebih baik kita biarkan Yudo berbicara? Omongannya, meski sembrono, adalah cermin.
Cermin yang memperlihatkan narasi apa yang menempel di kepala anak muda berprivilege seperti dia. Biarkan ia terus memposting, agar kita bisa mengintip dunia mereka---dunia anak-anak elite yang punya kartu BCA Prioritas, main kripto, dan merasa bebas melempar "candaan" tanpa beban. Dari sana, kita bisa belajar: Apa yang membuat generasi muda ini berpikir seperti itu? Dan mengapa narasi-narasi aneh ini begitu melekat?
Candaan yang Bukan Sekadar Candaan
Mari kita mulai dari Instagram Story Yudo. Kalimatnya pendek, tapi sarat makna. Ia menyebut Sri Mulyani "agen CIA" yang "ditumbangkan" ayahnya. Ini bukan sekadar lelucon remaja. Narasi "agen asing" sudah lama beredar di kalangan tertentu, terutama di media sosial seperti X, di mana beberapa pengguna menuduh Sri Mulyani terlalu dekat dengan lembaga internasional seperti IMF atau Bank Dunia.
Tuduhan ini tidak pernah terbukti, hanya spekulasi yang muncul karena pendidikan Sri Mulyani di Amerika dan jabatannya sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Tapi Yudo, anak seorang ekonom terkemuka, seharusnya tahu ini. Ayahnya, Purbaya, adalah bagian dari dunia yang sama: lulusan Purdue, mantan pimpinan LPS, dan kolega para teknokrat yang pernah bekerja dengan Sri Mulyani. Bahkan, mungkin ada foto mereka bersama di acara resmi Kementerian Keuangan!
Jadi, mengapa Yudo memilih narasi ini? Bukan karena ia punya bukti, melainkan karena narasi ini trendi di lingkarannya. Di dunia maya, terutama di kalangan pendukung Prabowo Subianto, menyerang Sri Mulyani adalah cara untuk menyerang warisan Jokowi. Yudo, yang besar di tengah privilege, dengan kartu bank eksklusif dan cerita tentang keuntungan ratusan juta dari kripto, mungkin merasa sedang "bermain" dengan meme politik.
Ia bahkan menyebut "ternak Mulyono" dalam klarifikasinya, istilah yang populer di kalangan anti-Jokowi untuk menyindir pendukung fanatik mantan presiden. Bagi Yudo, ini cuma candaan. Tapi candaan itu lahir dari narasi yang sudah mengakar di kepalanya, narasi yang melihat dunia dalam hitam-putih: kami vs mereka, patriot vs pengkhianat.
Anak Muda Berprivilege dan Dunia Mereka
Yudo bukan sembarang remaja. Ia adalah putra seorang pejabat, hidup dalam lingkungan elite Jakarta, dan punya akses ke dunia yang jauh dari keseharian rakyat biasa. Dalam video lain, ia pernah memamerkan kartu BCA Prioritas sambil mengomentari "mental orang miskin" yang katanya rasis, munafik, dan suka mengemis.