Kau bangun sebelum matahari,
menghitung detik yang tak berpihak,
melangkah di jalan yang sama,
di bawah atap yang selalu bocor saat hujan datang.
Mereka bilang, kerja keras tak akan mengkhianati,
tapi di ujung senja kau tetap menggenggam yang sama:
lembaran tipis, mimpi yang nyaris pudar,
dan perut yang terbiasa menahan lapar.
Di seberang jalan, cahaya terang menari di gedung tinggi,
tertawa tanpa perlu menghitung esok hari,
sementara kau masih mencari arti,
mengapa nasib hanya berpihak pada mereka yang sejak awal diberkati?
Mereka bilang, sekolah adalah jalan keluar,
tapi di kampungmu, buku terlalu mahal,
sekolah hanya papan dan dinding berdebu,
dan guru yang datang seperti angin: sebentar, lalu hilang.
Kau ingin berlari,
meninggalkan jalan yang berputar di tempat yang sama,
tapi mereka bilang:
jangan mimpi terlalu tinggi, nanti jatuh sakit.
Dan di sudut kota, seorang ibu berbisik pada anaknya:
makanlah, meski sedikit,
besok kita masih harus bertahan,
meski langit tak selalu berpihak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI