Lihat ke Halaman Asli

Pengalaman Pertamaku Mengikuti Aksi Mahasiswa

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Batu, pentungan, peluru.. teriakan pekik perjuangan.. api yang berkobar menerawang pori kulit bermandikan keringat.. rasanya sudah beratus kali aneka media komunikasi dan informasi mengupas perihal satu Aksi ke Aksi yang lain. Kejadian ini sudah berlalu beberapa tahun yang lalu. Namun, pada kesempatan ini kuingin berbagi dengan sobat sekalian akan pengalaman pribadiku.


Desember 2005, saat-saat menegangkan tiap jiwa yang sadar akan perekonomian bangsa, terkait kelangsungan hidup tiap individu di bumi pertiwi. Kala itu, aku sudah resmi menjadi staf BEM-A (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian) IPB. Aku pun telah melalui proses pelantikan di gunung Walat dan menyatakan kebersediaanku untuk berkomitmen di jalan perjuangan yang kupilih ini, dengan hutan, hujan, dan mushaf sebagai saksi.

Megawati, Presiden wanita pertama di RI, hendak merealisasikan kenaikan harga BBM. Naiknya harga BBM tentulah tak semata-mata hanya mentok pada poin itu saja, akan tetapi perambatan dan penjalaran akan terjadi, implikasi terburuknya mungkin pada kenaikan harga sembako (sembilan bahan pokok) yang notabene merupakan kebutuhan dasar masyarakat hanya agar dapat bertahan hidup walau bisa jadi masih jauh dari kata sejahtera.

BEM (ada yang menyebutnya ‘Senat’ – Pen.) selaku perwakilan para mahasiswa yang memiliki peran sebagai agen perubahan, tentu tak lantas tinggal diam menjadi penonton dan menyaksikan serunya perjuangan para buruh tani maupun rakyat miskin kota hanya agar dapat menyuapi anak istrinya. Mahasiswa yang dikenal dengan predikat ‘kaum intelektual’ amatlah berbeda dengan pelajar yang memang kewajiban utamanya adalah belajar. Sudah saatnya teori-teori itu diaplikasikan dan tak hanya kata-kata bertaburan memusingkan kepala.

Rekan-rekan BEM, terutama dari departemen Sosial dan Politik tengah sibuk mempersiapkan Aksi (demostrasi – Pen.) besar-besaran bersama dengan BEM-BEM se-Jabodetabek. Aku sendiri masih terbayang dengan kondisi kakak kelasku yang kepalanya luka ketika Aksi ‘Akbar Tanjung’ beberapa waktu sebelumnya maupun dengan berbagai bentrokan antara pengunjuk rasa dengan polisi yang kerap ditayangkan di stasiun TV. Aku merasa ragu.. walau aku telah berstatus sebagai mahasiswa, walau aku telah berstatus sebagai anak BEM, walau orang bilang statusku ini dikenal dengan sebutan aktivis, tapi aku ragu untuk mengikuti Aksi-Aksi itu..

Allahu Akbar! Hidup Mahasiswa!! Mataku mulai berlinang air mata dan jantungku berdegup tak menentu ketika aku berada di dalam sebuah bis yang di-carter untuk membawa kami menuju ke lokasi Aksi di bundaran HI (Hotel Indonesia). Aku begitu bergairah dan bersemangat! Rasanya darahku berdesir membanjiri nadi. Bagiku ini adalah jihad! Suatu kesungguhan untuk memperjuangkan hak, suatu perjuangan dalam menghadapi kedzaliman, perjalanan yang dapat menghantarkan wewangian kesturi bila kita syahid di dalam mengarunginya.. insyaAllah.

Memang tak disangka, kata-kata sederhana dari Kang Yo (Kepala Departemenku), Nur, Bram, dan beberapa orang saudara seimanku lainnya berhasil mengukuhkan ghiroh juangku kala itu. Aku pun berpikir bahwa aku, dia, dan mereka serta apa yang ada di sekeliling kami semua ini adalah milik Allah, lantas apa yang perlu kutakutkan?

Bis yang kami tumpangi kini telah memasuki tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Dalam laju bis yang cukup cepat, tiba-tiba “DORR!!” terdengar bunyi letusan. Ya Allah, gerangan apakah ini? Tak berapa lama, kami tahu suara apa tadi karena bis yang kami tumpangi kini jalannya sudah tak stabil dan bergoyang-goyang. Ternyata berasal dari ban belakang yang pecah. Aku hanya dapat berdo’a dalam hati, apapun yang terjadi nanti, insyaAllah aku berada disini untuk berjuang dan bukan untuk nampang, segalanya kupasrahkan pada-Nya.

Bis mulai mengurangi kecepatannya dan bergerak menepi perlahan. Alhamdulillah kami dapat berhenti dengan selamat, sebagian dari kami pun turun untuk menghirup udara segar dari pepohonan tepi jalan, sementara di atas ubun-ubun kami nampak mendung yang secara perlahan tapi pasti hendak memuntahkan isinya di atas kami. Benar saja, ketika ban tengah diganti, “TIK TIK... ZRRSSS... ” hujan bagai guyuran air bah dari langit. Dalam kondisi setengah kuyup kami berhasil naik kembali ke bis dan melanjutkan perjalanan.

Ternyata kami tak langsung ke bundaran HI, tapi mampir dulu untuk menunaikan ibadah sholat ashar di salah satu masjid baru kemudian longmarch (berbaris dan berjalan kaki dengan jarak jauh – Pen.) menuju bundaran HI. Aku mulai belajar mengenai hakekat Aksi walau belum paham sepenuhnya serta alasan mengapa harus dengan cara ini (di kemudian hari ketika aku berkecimpung di BEM KM IPB dan mengenal Presma-nya, aku baru paham bahwa Aksi sebenarnya bukanlah cara yang utama maupun satu-satunya).

Bendera hijau berukuran besar, dengan gambar logo IPB bertuliskan BEM FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR berkibar dengan indahnya, dimana ujung yang satu terikat pada sebilah bambu yang tengah kugenggam erat. Rupanya, sang Ketua BEM telah memercayakan bendera tersebut untuk kubawa dan kukibarkan di tepian bundaran HI pada sore yang mendung dengan sedikit langit jingga itu. Tentu ada perasaan bangga karena dapat mengibarkan bendera ini, apalagi ini Aksi pertamaku. Di saat para wartawan, fotografer, reporter, dan kameraman sibuk merekam dan mendokumentasikan kejadian pada momen itu, aku hanya berharap agar wajahku tak terekam karena ku tak ingin orangtuaku khawatir mengetahui anaknya ikut kegiatan seperti ini.

Dan melantunlah dendang lagu-lagu perjuangan diiringi gegap gempita “Hidup Mahasiswa!!” penuh semangat menggelora..

Buruh tani, mahasiswa, rakyat miskin kota

Bersatu padu tuntut perubahan

Bersatu tekad dalam satu suara

Demi tugas suci yang mulia



Hari-hari esok adalah milik kita

Terciptanya masyarakat sejahtera

Terbentuknya tatanan masyarakat

Indonesia baru tanpa ORBA



Marilah kawan mari kita berjuang

Di tangan kita tergenggam arah bangsa

Ayolah kawan ayo kita dendangkan

sebuah lagu tentang perubahan


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline