Saya pernah menulis dalam sebuah status Facebook, “Sabar itu tidak ada batasnya!”. Dan ketika itu, saya mendapat repson yang bermacam-macam. Rata-rata mengatakan, bahwa kita ini manusia yang punya batas, termasuk sabar. Tapi tidak sedikit yang memberi tanda “like this” meski tampaknya mikir untuk komentar, ketimbang di-bully.
SECARA manusia, omongan saya tadi jelas menjadi perdebatan. Mana mungkin manusia punya sabar yang tak terbatas? Tanpa batas itu hanya milik Tuhan –begitu kata kawan-kawan saya yang tiba-tiba semuanya menjadi lebih relijius saat menjelaskan kata “sabar” yang saya upload itu. Mungkin kalau saya rekam, bisa jadi edisi kotbah Jumat untuk beberapa bulan [agak lebay sih kalau ini]. [caption id="attachment_1394" align="alignleft" width="300" caption="cinta mengalahkan segalanya. utopis atau anomali?"][/caption] Melihat reaksi spontan yang tertuang, saya menyadari kita memang manusia terbatas. Bagaimana tidak, kata-kata yang mencuat dalam komentar, semuanya menunjukkan kertidaksabaran untuk mencerna, merenungkan dan kemudian bisa berpendapat dengan jernih. Ada yang mengatakan, “sabar = tolol” dengan asumsi, ketika kita disakiti, kita dirugikan, kita diinjak-injak, tapi masih bisa menerima orang lain yang memperlakukan kita seenaknya itu. Saya hanya tersenyum, dan mencoba menerawang kesabaran saya sendiri untuk tidak membalas semua komentar yang tidak sabaran itu. “Bagaimana kalau kita diduakan dan kita tidak tahu, apakah harus sabar juga?” ini komen dari seorang sahat perempuan. Jawaban saya singkat: “Iya!” dengan embel-embel layaknya rohaniwan juga, harus mendoakan tanpa henti, dan menetramkan diri sendiri, meski saya tahu itu bukan perkara yang amat mudah pastinya. Saya harus jujur mengatakan, saya adalah “petobat baru” soal kesabaran. Saya adalah new comer soal kesabaran. Dalam istilah saya, ada yang namanya “manajemen kesabaran” yang perlu kita latih. Sekolahnya memang tidak di bangku formal, karena sekolahnya adalah sekolah kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa latin, kesabaran disebut dengan patientia. [caption id="attachment_1395" align="alignright" width="300" caption="kasihilah, bukan kasihanilah"] kasihilah, bukan kasihanilah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI