"Kemungkinan besar karena (Said Aqil) tidak kebagian kursi di pemerintahan Jokowi sehingga mulai berteriak dari luar," kata pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe menanggapi sikap Ketum PBNU KH. Said Aqil Siroj (SAS) yang dinilai keras kepada pemerintah.
NU Main Aman dan Oportunis?
Sebagian orang berpikir bahwa saat ini PBNU hanya dipergunakan sebagai stempel oleh rejim yang berkuasa. Terlihat dari dukungan dan kemauan bekerjasama elemen dalam ormas itu dengan pemerintahan. Selain itu, minimnya gesekan antara ormas Islam terbesar itu dengan rejim yang berkuasa juga dipandang sebagai sebuah sinergi.
Seiring dengan perpindahan kekuasan ke partai yang dinilai abangan, friksi antara rejim dan golongan yang dianggap paling sahih dalam mewakili kaum relijius makin kentara saja. Terlihat dari penyikapan dan informasi yang beredar di segmen masyarakat tertentu terutama melalui media daring, dari keberpihakan rejim kepada paham terlarang (komunisme), upaya untuk mendiskreditkan kaum muslim yang mayoritas hingga hal-hal serupa lainnya.
Stigma negatif pun ditempelkan kepada mereka yang bersikap moderat terhadap pemerintah, apatah lagi mendukungnya.
Sejarah telah membuktikan bahwa NU tidak pernah bersikap sebagai bughat (pemberontak), dari rejim Soekarno hingga Joko Widodo. Hingga muncul sebutan bahwa NU adalah kalangan oportunis.
Meski begitu, sejarah pun mencatat betapa Orde Baru bersikap represif terhadap NU terlihat dari upaya rezim Soeharto untuk menganeksasinya. Hingga orang akan mengingat bagaimana NU harus pintar berkelit agar eksistensi ormas itu tetap terjaga demi sekian puluh juta masyarakat muslim yang 'berafiliasi' kepadanya.
Lalu apakah sikap NU yang terkesan tak galak kepada rezim itu berarti bahwa NU mandul?
Mari kita lihat.
Jejak Kritik NU Kepada Pemerintah
Jika ada orang lupa akan sikap kritis NU kepada rejim Joko Widodo, mungkin hal itu disebabkan karena kurangnya porsi pengamatannya kepada aktivitas NU. Atau yang lebih parah yakni disebabkan oleh ketidaksukaannya pada sosok Kiai Said. Sebab hal itu akan membuat seluruh aktivitas positif PBNU pudar begitu saja.