Lihat ke Halaman Asli

Pa' Bolong dan Rapornya

Diperbarui: 1 Januari 2016   16:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pa' Bolong menerima hadiah dari ketua panitia, Agunawan Opa "][/caption]

PA’ BOLONG DAN RAPORNYA

MHALIS BEBANG,

Seperti biasa, setiap purna ujian semester di sekolah tempatnya mengabdi, Pa’ Bolong memiliki kesibukan yang luar biasa. Mengisi buku laporan perkembangan anak didik, menyiapkan bingkisan untuk kedua jagoan kecilnya. Bingkisan yang menyertai setiap penerimaan rapor anak didiknya yang sementara menempuh pendidikan di Sekolah Dasar terdekat dengan kediamaman Pa’ Bolong.

Pagi yang cerah, raut wajah Pa’ Bolong memancarkan semangat. Lelah menemani jari-jemari menari di setiap baris dan kolom buku laporan perkembangan setiap siswa. Lelah berdebat dengan I Cenning istri tercintanya. Kedua pendidik tersebut memang sering beradu ‘panas’ dalam argumen-argumen yang ilmiah.

I Cenning juga pendidik di salah satu sekolah menengah di kota ini, sama dengan Pa’ Bolong. Kehidupan rumah tangga mereka sangat berwarna. Berwarna oleh kehadiran La Upe’ dan La Zule’ Masagena Dalle’ dengan karakter uniknya masing-masing. Berwarna oleh  rasa kasih yang sama. Lebih berwarna lagi karena perbedaan dalam menyikapi permasalahan dunia mereka. Dunia pendidikan yang selama ini terus dan terus menjadi sorotan.

Masih jelas di ingatan Pa’ Bolong, bagaimana istrinya kukuh menuliskan peringkat pada buku rapor yang akan dibagikan pada siswanya. I Cenning begitu bersemangat memberikan hadiah peringkat yang baik bagi yang berprestasi dan memberikan hukuman bagi yang tidak berprestasi. Sementara Pa’ Bolong sibuk dengan dalil-dalil yang pernah dibacanya, dan rasa yang masih membekas saat Ia menerima buku rapornya dulu, waktu sekolah. Bagi Pa, Bolong pemberian peringkat pada anak didik, dianggapnya sebagai penegasan status menang dan kalah, penegasan pada hadiah dan hukuman.

Pa’ Bolong sibuk mempertahankan argumen di hadapan istrinya, Ia sangat bersemangat. Pa’ Bolong dikenal suka nyontek. Termasuk menyontek pola yang dipakai negerinya Kimi Raikkonen. Di negeri tersebut rangking/peringkat  dihapus, karena biasanya guru hanya fokus pada mereka-mereka yang rangkingnya bagus (pintar, cerdas). Katanya pendidikan di sana sangat memperhatikan peserta didik yang dianggap lambat loading. Pa’ Bolong sepertinya mendapar angin segar, setelah membaca pernyataan Pak Menteri di salah satu media cetak terkenal di negeri ini, yang menyatakan reward and punishment sudah kuno dan sangat layak ditinggalkan

Pa’ Bolong sangat berharap I Cenning agar segera meninggalkan pola lama yang sudah mendarah dan mengakar. Pola yang memberikan hadiah pada mereka yang menunjukkan kualitas kognitif yang memuaskan gurunya, sementara anak didik yang gagal menyenangkan gurunya diberi ganjaran hukuman dengan nilai yang standar, bahkan ada yang di bawahnya.

Peserta didik yang dianggap memuaskan, pintar, penurut mendapatkan hadiah dan prestise, sementara mereka yang diberi stempel ‘nakal’, bodoh dan malas, mendapatkan nilai yang akan menjadikannya malu, minder dan merasa sebagai anak yang ‘gagal prestasi’. Menyenangkan segelintir peserta didik dan orang tuanya, walaupun mengorbankan perasaan lebih banyak peserta didik dan orangtuanya. Inilah yang membuat Pa’ Bolong miris, Ia mengalami, merasakan, apa yang dirasakan oleh peserta didik yang ‘gagal prestasi’. Ia malu menunjukkan rapor semasa sekolah pada kedua anakanya. Baginya tak ada kebanggaan yang dapat diproklamasikan pada buku rapor, yang saat ini dianggap sebagai catatan kegagalan dan sejarah kelamnya di sekolah.

Disela perdebatan dengan I Cenning Pa’ Bolong menunjukkan raut muka yang tegang, sedih dan masam. masam melihat anak didiknya berjuang memperoleh nilai yang bagus dengan berbagai cara. Mulai dari yang legal sampai yang illegal. Sedih pada yang terhukum, mereka mendapatkan nilai yang tidak memberikan motivasi untuk berkembang lebih baik. Tegang melihat bakat dan kecerdasan yang dimiliki para terhukum, terkubur oleh paradigma yang tidak memuliakan karuniaNya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline