Lihat ke Halaman Asli

Mengomentari "Warisan" Afi

Diperbarui: 20 Mei 2017   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Afi"][/caption]

Patut saya angkat topi terhadap tulisan "Warisan", #salut. Gaya tulisan Afi seperti syair, mengalir. Pernah saya baca tulisan serupa pada Ahmad Wahib, pada buku pergolakan pemikiran Islam. Atau pun Soe Hok Gie pada Catatan Seorang Demonstran.

Karena tulisannya sangat dalam menggelitik relung pikiran saya yg paling dalam. Tak ada yg salah dan tak perlu ditakutkan, karena di alam pikirannya, saat ini masyarakat Indonesia terbelah terlalu lama, hanya karena "warisan" itu. Walaupun dapat dibantah, agama bukan penyebab semua perselisihan. Bahkan kita sesama agama pun sering berbeda pendapat yang berujung tikai.

Rasulullah bersabda, "Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi."

Bukan kita yang meminta. Jadi, siapa yang harus dipersalahkan? Ibu yang melahirkan, masyarakat sekitar, atau bahkan Tuhan?

Mengutip tulisan Afi, "Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa..." tetapi tidak Tuhan lakukan. Kenapa?

Mengutip lagi, Al Quran Al hujurat 13: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.."

Saling mengenal, Bukan saling merasa paling benar. Karena peribadatan kita kepada Allah adalah kewajiban Hamba kepada Tuhan. Dan kepada sesama manusia, kewajiban kita untuk saling mengasihi dan bersikap adil.

Bagi sebagian BESAAAR (baca: banyak sekali orang) agama adalah warisan. Seandainya warisan ini diturunkan kepada anak cucu dengan baik dan benar (diberikan ilmu agama) maka Anak-anak muslim, nasrani, maupun agama lainnya, tentu akan taat kepada agama masing-masing. Tapi jika warisan tidak dijaga (tidak diajarkan agama) maka anak-anak muslim, nasrani dan agama lainnya tentu akan semakin jauh dari agama orang tuanya, bisa jadi akan berpindah agama.

Dan pertikaian seringkali terjadi akibat kurangnya mengamalkan ajaran agama, seperti toleransi dan saling menghargai peribadatan masing-masing. Perlu ditegaskan kembali dengan kalimat : Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku.

Benar kata Jalaluddin Rumi, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu, memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline