Lihat ke Halaman Asli

Marius Gunawan

TERVERIFIKASI

Profesional

Fadli Zon: Tulis Ulang Sejarah Dibuat Tim, Bebas Politik dan Aktivis?

Diperbarui: 26 Juni 2025   13:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fadli Zon, Menteri Kebudayaan (detik.com)

Dalam dunia yang sedang terus berubah, masa lalu seharusnya menjadi cermin, bukan alat kosmetik. Sejarah yang kita warisi bukan sekadar rentetan tanggal dan tokoh, melainkan warisan kolektif yang membentuk jati diri bangsa. Maka, ketika Fadli Zon, Menteri Kebudayaan , menyatakan bahwa penulisan ulang sejarah dilakukan oleh tim dan bukan oleh politisi, banyak pihak mempertanyakan: Benarkah sejarah bisa ditulis ulang tanpa aroma politik?

"Sejarah adalah suara hati nurani zaman, bukan suara mikrofon kekuasaan," --- Pramoedya Ananta Toer.

Mengapa Masyarakat Resah?

Pernyataan Fadli Zon muncul sebagai respons atas kritik tajam terhadap upaya penulisan ulang sejarah Indonesia yang sedang dilakukan Menteri Kebudayaan. Fadli menegaskan, tim penulis sejarah terdiri dari akademisi, sejarawan, dan bukan dari politisi. Namun, publik tetap waswas. Bukan karena menolak inisiatif koreksi sejarah, melainkan karena sejarah terlalu mahal jika dijadikan alat kekuasaan.

Sejarah tidak lahir dari ruang hampa. Ia tumbuh dari konflik, darah, air mata, dan perjuangan banyak pihak, termasuk para aktivis dan bahkan lawan politik yang hari ini mungkin tidak memiliki tempat dalam struktur kekuasaan. Maka ketika proses penulisan ulang sejarah cenderung dikerjakan oleh satu lembaga negara, pertanyaan yang muncul adalah: di mana ruang keterlibatan publik, aktivis, dan kelompok-kelompok marginal yang juga bagian dari sejarah itu sendiri?

Sejarah bukan sekadar milik para pemenang. Ia juga milik yang kalah, yang dibungkam, yang dilupakan.

Antara Niat dan Nalar Publik

Fadli Zon memang bukan sejarawan sembarangan. Ia dikenal sebagai kolektor dokumen sejarah dan pendiri Perpustakaan Fadli Zon. Namun, dalam kapasitas politiknya sekarang, pembelaannya terhadap proses ini justru memperkuat kesan bahwa ada ruang gelap dalam agenda tersebut. Publik tidak menuduh tim penulis tidak kompeten, tetapi menyoroti kurangnya keterbukaan, partisipasi, dan kemungkinan intervensi kuasa.

Di sinilah Fadli Zon, sebagai seorang politisi dan akademisi sekaligus, seharusnya mampu memahami letak persoalan. Kritik terhadap penulisan ulang sejarah bukanlah serangan pribadi, melainkan bentuk kontrol publik agar sejarah tidak menjadi alat legitimasi kekuasaan.

"Siapa yang mengontrol masa lalu, mengontrol masa depan. Siapa yang mengontrol masa kini, mengontrol masa lalu." --- George Orwell.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline