Lihat ke Halaman Asli

Maman Abdullah

Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Politik Tanpa Ruh, Kekuasaan Tanpa Arah

Diperbarui: 29 September 2025   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi AI

Pernahkah kita merasa politik di negeri ini berjalan seperti mesin tanpa sopir? Sidang-sidang parlemen digelar, baliho berjejer di pinggir jalan, dan pidato pejabat terdengar lantang, tetapi rakyat tetap bertanya-tanya: ke mana arah kapal besar bernama Indonesia ini hendak berlayar? Pertanyaan sederhana ini sejatinya menggelitik kesadaran kita, karena politik seharusnya bukan sekadar perebutan kursi, melainkan sarana menuntun bangsa menuju cita-cita luhur.

Politik Kehilangan Ruh

Dalam sejarah peradaban, politik selalu lahir dari ruh: semangat menata kehidupan agar lebih adil, sejahtera, dan bermartabat. Politik bukan sekadar alat teknis, melainkan amanah untuk mengelola kehidupan manusia. Namun kini, sering kali ruh itu hilang. Yang tersisa hanyalah pertarungan kepentingan: siapa berkoalisi dengan siapa, siapa mendapat jatah kursi, dan siapa yang akan dikorbankan demi kekuasaan.

Ketika politik kehilangan ruh, ia berubah menjadi tubuh tanpa jiwa. Ada aktivitas, ada hiruk-pikuk, tetapi miskin makna. Politik hanya berputar pada hitungan jangka pendek, bukan visi panjang yang memberi arah bagi bangsa. Inilah yang membuat rakyat mudah apatis: mereka tidak lagi melihat politik sebagai jalan perubahan, melainkan sekadar panggung perebutan kekuasaan.

Kekuasaan Tanpa Arah

Kondisi ini terlihat jelas dalam berbagai kebijakan. Masalah pendidikan ditangani setengah hati, infrastruktur dibangun megah tetapi tidak disertai perencanaan berkelanjutan, dan isu lingkungan hanya direspons setelah bencana terjadi. Proyek demi proyek diluncurkan dengan angka fantastis, tetapi manfaatnya sering tidak dirasakan masyarakat bawah.

Kekuasaan tanpa arah ibarat kapal besar dengan mesin menyala, tetapi tanpa kompas. Ia melaju, tetapi tidak tahu ke mana tujuannya. Padahal, arah itu hanya bisa ditentukan jika ada nilai yang menjadi pedoman. Tanpa ruh yang menuntun, kekuasaan mudah terjebak pada pragmatisme sesaat.

Konteks Lokal Indonesia

Di tingkat lokal, gambaran ini lebih nyata. Bupati atau wali kota sering lebih sibuk meresmikan proyek fisik daripada memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Jalan dibeton mulus, tapi layanan kesehatan masih minim. Gedung megah berdiri, tapi masalah hukum tak kunjung terselesaikan.

Petani di desa kerap mengeluh soal harga gabah yang jatuh, tetapi jawaban politik hanya berupa bantuan instan. Masalah sampah dan banjir di kota besar berulang-ulang terjadi, karena pemerintah hanya merespons darurat, bukan membangun solusi jangka panjang. Semua ini menunjukkan bahwa politik sering berjalan tanpa ruh yang menuntun pada keadilan dan kesejahteraan sejati.

Politik Tanpa Ruh, Rakyat Kehilangan Harapan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline