Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doa dari Reruntuhan: Keteguhan Santri, Ketegaran Bangsa

4 Oktober 2025   11:05 Diperbarui: 4 Oktober 2025   11:05 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alat berat mulai dikerahkan SAR gabungan untuk evakuasi reruntuhan bangunan mushla Ponpes Al Khoziny Sidoarjo, Kamis (2/10/2025)(KOMPAS.com/IZZATUN N.

Doa dari Reruntuhan: Keteguhan Santri, Ketegaran Bangsa

“Harapan kadang lahir justru dari ruang tergelap.”

Oleh Karnita

Pendahuluan: Kisah dari Balik Puing

Bagaimana mungkin seorang anak kecil bertahan hidup tiga hari di bawah reruntuhan beton? Pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan mengakui kekuasaan Allah Swt. yang Maha Menjaga. Berita Kompas.com (03/10/2025) berjudul “Tiga Hari Tertimpa Reruntuhan, Santri Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Selamat Ditemukan Hidup” menjadi pengingat bahwa musibah datang tanpa peringatan, sekaligus ujian bagi iman, logika, dan daya tahan manusia.

Kisah Taufan Saputra Dewa (13), santri asal Surabaya, menjadi simbol kecil dari keberanian besar. Ia terjebak dalam posisi telentang, dengan wajah hanya berjarak beberapa jari dari puing seng, namun tetap yakin akan hidup. Berita ini bukan sekadar laporan bencana, tetapi juga refleksi tentang keyakinan, solidaritas, dan betapa rapuhnya keselamatan kita sehari-hari.

Sebagai penulis, saya melihat tragedi ini lebih dari sekadar peristiwa lokal. Ia mengandung urgensi nasional: tentang tata kelola bangunan, kesiapsiagaan bencana, hingga pendidikan karakter di tengah musibah. Relevansi kisah ini nyata: bagaimana kita sebagai bangsa bisa menumbuhkan rasa peduli, memperkuat regulasi, dan belajar dari derita yang menimpa anak-anak bangsa di tempat menimba ilmu agama.

1. Bertahan di Balik Gelap dan Debu

Taufan, bocah 13 tahun itu, tidak hanya bertahan dengan fisiknya, tetapi juga dengan imannya. Selama tiga hari ia terjebak, doa menjadi napas tambahan yang membuatnya tidak menyerah. Keyakinan inilah yang membuat ceritanya berbeda dari sekadar kisah penyintas bencana.

Dalam kondisi gelap, berdebu, dan hampir tak ada ruang gerak, ia hanya bisa berharap pada pertolongan Tuhan dan bantuan manusia. Narasi “Saya yakin saya bisa hidup” adalah simbol yang lebih luas dari mentalitas bertahan anak-anak bangsa. Ia adalah refleksi keteguhan spiritual yang lahir dari keterbatasan fisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun