Lihat ke Halaman Asli

Lutfillah Ulin Nuha

Wahabi Lingkungan

Facebook Pro : Antara Emansipasi Digital dan Kepalsuan Virtual

Diperbarui: 15 Juli 2025   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Gambar oleh AI

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena "Fesbuk Pro" mulai mewarnai lini masa media sosial, terutama Facebook. Fenomena ini ditandai dengan munculnya para ibu-ibu muda, perempuan rumahan, bahkan remaja, yang tampil percaya diri  dalam suatu konten, membuat vlog harian, live jualan, hingga berbagi tips kehidupan. Mereka menyebut dirinya sebagai bagian dari "Fesbuk Pro" yakni generasi Facebook yang produktif, profesional, dan personal-branding oriented.

Namun, seperti dua sisi koin, "Fesbuk Pro" bukan hanya soal gaya hidup baru yang menjanjikan. Di balik senyuman kamera dan caption motivatif, tersembunyi berbagai dinamika yang seringkali jauh dari glamor. Fenomena ini perlu dilihat tidak hanya dari permukaan, melainkan dari sisi sosiologis, psikologis, bahkan etik.

POSITIF: Panggung Digital untuk yang Terpinggirkan

Ilustrasi Gambar oleh AI 

Tidak bisa dipungkiri bahwa Fesbuk Pro telah membuka jalan bagi banyak orang untuk bangkit dari keterbatasan. Facebook yang sebelumnya hanya dipakai untuk berbagi status dan foto, kini menjadi ladang ekonomi. Ibu-ibu rumah tangga yang dulunya hanya menjadi ibu rumah tangga kini bisa ikut menopang ekonomi keluarga dengan menjadi reseller, affiliate marketer, atau bahkan konten kreator mandiri.

Di berbagai kota kecil dan pedesaan, Fesbuk Pro menjadi penyambung rezeki. Tanpa perlu studio mewah atau modal besar, mereka cukup bermodalkan smartphone, ring light murah, dan semangat untuk tampil. Bagi mereka, ini bukan sekadar gaya hidup, tapi cara bertahan hidup. Bahkan sebagian dari mereka berhasil membangun komunitas edukatif, saling bantu promosi, dan menumbuhkan solidaritas digital.

Lebih jauh, Fesbuk Pro juga memberi ruang bagi ekspresi diri dan eksistensi perempuan. Mereka bisa bersuara, didengar, bahkan mempengaruhi lingkungan sekitar. Ini adalah bentuk baru emansipasi, bukan dengan demo atau tulisan panjang, melainkan dengan aksi nyata di lini masa.

NEGATIF: Ilusi Kamera dan Krisis Realitas

Namun sayangnya, tak semua yang tampak "pro" benar-benar hidup dalam kondisi ideal. Dalam banyak kasus, para kreator Fesbuk Pro tampil ceria dan percaya diri di depan kamera, padahal suasana rumah mereka kacau, tumpukan cucian tak tersentuh, anak-anak rewel, suami bersungut-sungut karena rumah tak terurus. Mereka hidup dalam tekanan ganda menjadi ibu rumah tangga yang sempurna dan konten kreator yang konsisten.

Fenomena ini menciptakan semacam kecanduan validasi digital. Setiap hari mereka mengejar likes, komentar positif, dan viewer tinggi. Semakin banyak yang menonton, semakin tinggi tuntutan untuk tampil lebih "sempurna", lebih "ceria", lebih "produktif" dan akibatnya, banyak dari mereka kehilangan batas antara dunia maya dan kenyataan.

Yang paling menyedihkan, tak jarang kehidupan rumah tangga menjadi korban. Suami yang merasa diabaikan, anak-anak yang kurang perhatian, dan rumah yang tak lagi menjadi tempat beristirahat, melainkan studio konten 24 jam. Bahkan, beberapa pasangan berujung pada pertengkaran karena merasa eksistensinya dikalahkan oleh kamera.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline