Lihat ke Halaman Asli

Lustina Rima

Berbagi Informasi

FOMO Syndrome, Gangguan Kejiwaan Akibat Kecanduan Media Sosial

Diperbarui: 29 April 2020   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : brilio.net

Media sosial sekarang ini sudah menjadi kebutuhan utama bagi para generasi medsos. Tak dipungkiri dengan adanya media sosial, mampu membantu kebutuhan atau pekerjaan manusia. Berkomunikasi, bersosialiasai, berbagi informasi, promosi hingga menjadi sarana hiburan. Namun, dengan beragam manfaat yang ditimbulkan tidak menutup kemungkinan munculnya dampak-dampak negatif bagi para penggunanya. Salah satunya adalah munculnya FOMO syndrome, yang sekaligus menjadi topik pada ulasan artikel ini.

Apa itu FOMO?

Bagi sebagian orang mungkin masih asing dengan istilah FOMO. FOMO merupakan singkatan dari Fear Of Missing Out. Istilah FOMO sendiri pertama dikemukakan oleh Dr. Andrew K. Przybylski yang merupakan seorang ilmuwan dari Inggris. Perlu diketahui bahwa sejak tahun 2013 istilah tersebut juga telah dimuat dalam Oxford English Dictionary.

FOMO didefinisikan sebagai suatu kecemasan yang timbul ketika sedang merasa tertinggal dari tren yang sedang terjadi di lingkungan saat itu. Dengan pernyataan lain, FOMO ialah ketakutan akan stigma "ketinggalan jaman, kurang update, tidak gaul" apabila kita tidak aktif di medsos setiap hari. Ketakutan tersebut yang menjadikan kita tidak bisa lepas dari media sosial hingga mengesampingkan kehidupan nyata. FOMO juga merupakan sakah satu gangguan kejiwaan akibat dari kecanduan terhadap media sosial.

Sumber : beritagar.id

Lalu, apa saja faktor-faktor penyebabnya?

Untuk mengantisipasi terkena FOMO syndrome ini, sebaiknya kita perlu mengetahui juga faktor-faktor penyebabnya, seperti :

- Munculnya media sosial

Kemunculan media sosial tentunya menjadi faktor utama penyebab sindrom FOMO ini. Di mana mulai timbulnya rasa iri dengan orang lain yang membagikan momen terbaikya ke dalam media sosial mereka. Rasa iri tersebut juga memicu rasa untuk tidak ingin kalah atau ketinggalan dengan apa yang telah dilakukan orang lain. Sehingga mendorong kita untuk melakukan hal yang sama.

- Terobsesi mengeksistensikan diri

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline