Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Membaca Langkah Diplomasi Indonesia Melalui BRICS

Diperbarui: 8 Juli 2025   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Prabowo Subianto menghadiri hari pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang digelar di Rio de Janeiro, Brasil, Minggu (6/8/2025) (Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden)

Ketika Presiden Prabowo Subianto muncul di podium KTT BRICS ke-17 di Rio de Janeiro, 6 Juli 2025, publik tak hanya menyaksikan tepuk tangan diplomatik. Adegan itu mematri sebuah momentum ketika Jakarta memposisikan diri di poros baru kekuatan global tanpa perlu melepaskan doktrin politik luar negeri bebas-aktif. 

Di balik seremoni itu, ada pertarungan sunyi untuk memperebutkan makna, yaitu tentang siapa yang berhak menjadi suara “Selatan”, siapa yang digolongkan sebagai “pusat”, dan siapa yang memungut dividen diplomasi dari label-label itu.

Narasi Dominan 

Setiap ajang multilateral berpotensi menghasilkan medan wacana di mana negara berlomba mengisi kursi “pemberi arti”. 

Dalam lanskap ini, Indonesia berusaha menggeser gravitasi diskusi BRICS dari sekedar retorika anti-Barat menuju panggung pembiayaan pembangunan, transisi energi, dan reformasi lembaga internasional. 

Strategi itu menandai sebuah upaya untuk menancapkan narasi dominan baru ---sebuah hegemoni wacana--- di mana keberpihakan pada keadilan ekonomi dan inklusivitas diperlakukan sebagai barometer baru bagi legitimasi.

Dengan memasukkan kata kunci “infrastruktur hijau berkeadilan” dan “arsitektur keamanan kooperatif” ke dalam komunike akhir, Jakarta bukan sekadar berbicara; ia sedang menawarkan sebuah definisi baru bagi keberhasilan BRICS di mata negara berkembang lain. 

Selama definisi itu diterima, Indonesia bisa memperoleh posisi sebagai pusat rujukan diskusi, tanpa harus memikul beban label BRICS sebagai blok konfrontatif.

Membingkai Kawan-Lawan secara Fleksibel

Politik luar negeri tak lepas dari garis “kita” versus “mereka”. Prabowo berupaya menghindari dikotomi keras Barat-Timur yang selalu membayangi retorika BRICS hingga kini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline