Lihat ke Halaman Asli

Ludiro Madu

TERVERIFIKASI

Dosen

Catatan dari Auckland: Ketika Minyak Pertamina Menetes Jadi Rupiah

Diperbarui: 4 Maret 2025   10:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRRZwQvIZG10q6lcG0mWJE6B5rABkqLH3BE4DcNQq6255vR1zAQi4qSZpo&s=10

Kemelut korupsi di Pertamina kali ini mengingatkan mas Gondhez pada pengalamannya di 2008-an. Sebuah pengalaman tak terduga bertemu langsung dengan akademisi dan peneliti soal korupsi Pertamina di jaman Orde Baru (Orba).

Hujan rintik mengiringi langkah mas Gondhez memasuki lobby hotel di Auckland, tempat diselenggarakannya International Conference on State-Owned Enterprises Reform atau Konperensi tentang Reformasi BUMN. 

Kali ini mas Gondhez terpaksa sendirian, tanpa mas Dab. Datang ke sebuah kota di sebelah bawah negara yang populer disebut Down Under. Untungnya pas ada kegiatan di Sydney, jadi lebih dekat ke Selandia Baru ketimbang mas Dab yang di Surabaya.

Sebagai peneliti muda yang tengah menyelesaikan tesisnya tentang korupsi BUMN di Indonesia, mas Gondhez tak menyangka bakal bertemu Prof. Vijay, akademisi senior yang telah puluhan tahun meneliti sejarah gelap Pertamina.

"Kasus Pertamina itu bukan sekadar tentang korupsi biasa," ujar Prof. Vijay saat mereka duduk di sudut coffee shop hotel. "Ini tentang bagaimana sebuah institusi negara berubah menjadi kerajaan pribadi." Profesor berusia 70-an itu membuka laptop usangnya, menampilkan dokumen-dokumen yang telah ia kumpulkan selama bertahun-tahun.

"Tahun 1976 itu titik balik," jelasnya sambil menyesap kopi. "Ketika utang Pertamina mencapai 10,5 miliar dolar AS. Bayangkan, hampir sama dengan APBN Indonesia saat itu." 

Professor yang telah menetap di Selandia Baru itu telah menghabiskan 30 tahun karirnya untuk mengurai benang kusut keuangan Pertamina era Ibnu Sutowo.

Mas Gondhez mendengarkan dengan penuh seksama ketika sang profesor menjelaskan bagaimana dana Pertamina mengalir ke berbagai proyek non-migas: hotel, rumah sakit, bahkan maskapai penerbangan. 

"Tapi yang menarik bukan proyeknya," kata profesor sambil mengeluarkan beberapa lembar dokumen. "Tapi mark-up yang terjadi di setiap proyek."

"Misalnya?" tanya mas Gondhez penasaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline