Lihat ke Halaman Asli

Mawan Sastra

Koki Nasi Goreng

Cerpen | Kucing yang Cemburu pada Raisa

Diperbarui: 24 April 2020   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Kesaksian tukang kebun bertubuh kisut saat aku menemuinya di depan gerbang pada sore yang matang, "Dicakar kucing peliharaannya, ketika Tuan Muda tengah menikmati tidur siangnya. Saya bersama pembantu lain mendobrak kamar Tuan Muda. Kami dapatilah Tuan Muda sudah dalam kehilangan nyawa. Wajahnya penuh cakaran kucing. 

Di sudut kamar, kucing itu tampak ketakutan, dia meringkuk, mulut dan kakinya dipenuhi darah. Setelah Tuan Muda selesai proses pemakamannya, kucing itu tidak terlihat lagi di rumah. Kami sudah berupaya mencarinya, tetapi siasia saja. Sungguh kucing yang misterius."

Adapun tanggapan tetangga terdekat, seorang perempuan muda, "Sebelum kematian itu terjadi, hampir setiap sore saya melihatnya di taman belakang rumahnya. Saya mengamatinya dari balik jendela kamar di lantai dua. Dia selalu murung, pandangannya kosong. Entah apa yang dipikirkan. Saya agak tidak percaya jika dia mati oleh serangan kucing peliharaannya. Hubungan mereka berdua baikbaik saja. Setiap saya melihatnya di taman itu, kucingnya akan senantiasa berada dalam pangkuannya."

Hari yang lain aku kembali ke rumah itu. Selalu tukang kebun menyambutku. Berjalan tergopoh menuju gerbang. Dia tampak tidak bersemangat setelah melihatku, "Anda datang lagi?" dia mengernyitkan dahi. 

Aku mengangguk senyum, "Saya perlu bicara dengan majikan Anda."

"Sudah jelas saya katakan, Tuan dan Nyonya tidak berkenan menerima Anda. Mereka tidak mau terusterusan membahas kematian Tuan Muda," dia mengatakan itu agak jengkel.

Seorang lelaki tua berambut putih, lebih tua lagi dari tukang kebun itu. Ketika aku hendak beranjak dari depan gerbang, tibatiba  lelaki tua itu mendekatiku, "Tiga sore terakhir ini saya melihat Anda di sini. Adakah Anda punya urusan dengan pemilik rumah itu?" ucapnya parau. Aku hanya menganggukkan kepala. "Apakah ada kaitannya dengan kematian anak lelakinya?" Aku kembali mengangguk. "Dan kau tidak diterima?" Reaksiku masih sama.  

"Apakah Tuan banyak mengetahui tentang lelaki malang itu?" Giliranku yang bertanya.

"Kami memang bertetangga. Tetapi Anda tahu sendirilah kehidupan bertetangga di lingkungan perkotaan seperti ini, tidaklah sama di kampungkampung. Kami tidak menjalin keakraban. 

Makanya saya tidak banyak mengatahui soal dia, selain kalau dia memiliki kucing kesayangan, dan dia mati diserang kucingnya sendiri," ketus lelaki tua itu,  "hampir setiap minggu, kami bertemu di toko pernakpernik kucing, di perempatan jalan sana."

Besoknya aku mendatangi toko yang dimaksud. Pemiliknya adalah seorang perempuan berbadan gembrot, matanya sipit dan berkulit putih. "Setiap minggu dia memang selalu ke sini. Kami sudah lama berlangganan. Kami menyediakan bahan makanan untuk kucingnya atau keperluan lainnya. Terus terang saja saya bersedih sekali setelah mendengar kabar kematiannya. Yang tidak saya duga sama sekali, nyawanya terenggut dicakar kucingnya sendiri. Malang sekali nasibnya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline