Tidak ada yang tidak terdampak. Kita semua, dengan segala keterbatasan dan ketidakpastian, sudah sekuat-kuatnya bertahan.
Kini kita dituntut lebih kreatif dalam meningkatkan layanan produk dan inovasi menyusul munculnya persoalan ekonomi. Biar bagaimanapun roda mesti diputar, jika belum bisa sampai atas, setidaknya tidak di bawah.
Menyerah pada keadaan, tulis Kompasianer Achmad Saifullah Syahid, bukan pilihan tepat ketika pandemi ini menghajar hampir seluruh sendi kehidupan.
"Karena itu, diperlukan kesigapan, kekompakan serta kecerdasan bersikap untuk menjaga stabilitas sistem keuangan," lanjutnya.
Kemudian ada poin menarik dari yang dituliskan Kompasianer Achmad Saifullah Syahid, yakni sigap dan kompak saling mengamankan dan menyelamatkan.
Maksudnya kita bisa sama-sama bergerak dalam sistem kesadaran bersama: bahwa setiap individu, baik yang memiliki otoritas di bidangnya maupun seseorang yang menjadi anggota masyarakat, mengemban peran dan fungsi yang sama.
Setelah lebih dari 6 bulan lamanya, kiranya kita bisa mengukur: model atau skenario seperti apa yang tepat dan cocok guna memulihkannya.
Pada tahap ini Kompasianer Himam Miladi membaginya dalam 3 zona kepribadian kala pandemi: zona ketakutan, zona belajar, dan zona tumbuh.
Harapannya kita mestinya sudah ada pada zona terakhir itu. Orang yang berada di zona bertumbuh, tulisnya, juga mulai memikirkan orang lain yang terkena dampak pandemi dan bagaimana membantunya.
"Mereka juga dapat mempraktikkan keheningan selama karantina, kesabaran, menjalin relasi, dan kreativitas dalam menghadapi pandemi Covid-19," lanjutnya.
Sebab, bagi Kompasianer Himam Miladi, rahasia perubahan itu memusatkan seluruh energi kita bukan pada memerangi yang lama, tetapi pada membangun yang baru. Kompasianer Novanda Fatih punya akronim yang menarik: Kendali; Kenali, Hindari, dan Peduli.