Lihat ke Halaman Asli

Solusi TNI vs POLRI? Ya ABRI Reformasi! [Bagian 1]

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

FYI buat yang masih bau kencur waktu zaman krismon & Reformasi 1998, salah satu ekses dari reformasi selain amandemen UUD yang kebablasan ya pemisahan institusi TNI dan POLRI dari kesatuan ABRI sebagai integrated armed force. Kebijakan ini pertama kali disosialisasikan Panglima ABRI (terakhir), Jenderal (Purn) Wiranto, waktu menghadiri Kursus Reguler Angkatan Ke-32 Lemhanas tanggal 29 Maret 1999.

Sebelumnya, istilah ABRI digunakan Soekarno  dalam rangka penyatuan AD, AL, AU dan Angkatan Kepolisian, menggantikan istilah APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia/ gabungan AD, AL & AU). Waktu itu tiap angkatan berdiri sendiri2 sehingga masing2 punya panglima sendiri2.

Seluruh panglima angkatan dan kepolisian berada di bawah satu komando langsung Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata yaitu Presiden RI. Pada waktu itu gx ada istilah Panglima ABRI, tapi yang ada adalah jabatan Kepala Staf ABRI yang dijabat Jenderal AH Nasution per 21 Juni 1962

Kemudian di Era Orba-nya Soeharo, istilah TNI digunakan kembali sebagai nama resmi APRI yang bersama2 POLRI menjadi kesatuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang dipimpin Panglima ABRI. Panglima ABRI pertama tidak lain dan tidak bukan adalah Jenderal TNI Soeharto merangkap Presiden dan Menhankam. Penyatuan ABRI ini juga diperkuat melalui UU No.20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara

Sebelumnya istilah TNI diresmikan Soekarno pada tanggal 3 Juni 1947 yang merupakan penggabungan antara TRI (Tentara Rakyat Indonesia) dan laskar2 perjuangan rakyat seluruh Indonesia yang dipimpin Panglima Besar Jenderal Soedirman.

ABRI resmi berpisah melalui upacara bersejarah di MABES TNI Cilangkap pada tanggal 1 April 1999. Sebagai konsekuensinya, pemerintah mensosialisasikan istilah kepangkatan baru yang membedakan strata kepangkatan POLRI & TNI. Kebijakan ini kemudian didukung MPR dengan mengeluarkan TAP MPR No.VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan POLRI dan TAP MPR No.VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran POLRI.

Masalah yang kemudian sering muncul adalah terbentuk ego institusional di masing2 institusi yang seringkali mengakibatkan friksi antar-kesatuan. Parahnya, "perang saudara" ini sering dipicu masalah sepele, yang kemudian menyulut "bahan bakar" ego institusional, faktor psikologis & dendam lama.

Contoh paling aktual ya yang terjadi di Batam, penyebabnya "cuma" saling lirik antara anggota Brimobda Polda Kepri dengan anggota TNI Yonif 134 Tuah Sakti ketika sama2 mengisi bensin di SPBU. Meskipun causa prima-nya mungkin karena dendam lama soal insiden penggerebekan penimbunan BBM ilegal. *update: kini terjadi lagi insiden penikaman terhadap anggota kompi A Brimob Polda Sumut oleh oknum anggota Brigif 7 Rimba Raya.

Sebenernya seringnya bentrok antar kesatuan ini disebabkan belum tuntasnya proses pemisahan dan reformasi internal masing2 institusi, baik TNI maupun POLRI. Beberapa masalah yang belum tuntas antara lain :


  • Belum ada aturan main / legalitas yang jelas pasca pemisahan, terutama masalah pengamanan obyek vital (nasional) dan pengerahan pasukan di wilayah tertentu. Sehingga sering terjadi rebutan wewenang dalam hal tersebut.
  • Ego masing2 kesatuan, dimana sebelum pemisahan ada pola hubungan superior-inferior antara TNI dan POLRI, sedangkan setelah dipisah, kesatuan TNI dan POLRI menjadi "setara".
  • Kecemburuan yang dikarenakan secara struktur politik, POLRI  langsung di bawah Presiden sedangkan TNI di bawah Kementerian Pertahanan meskipun tetap bertanggung jawab kepada Presiden sebagai Panglima Tertinggi. Padahal, setelah pemisahan masing2 institusi dianggap "setara".
  • Anggapan bahwa POLRI mendapatkan "lahan basah" yang lebih subur, sehingga POLRI terlihat eksklusif, terbukti dengan terungkapnya beberapa kasus "rekening gendut" petinggi POLRI.
  • Politik anggaran yang tidak adil, untuk tahun fiskal 2014 saja POLRI mendapat anggaran sendiri Rp 45 trilun. Sementara anggaran pertahanan disisihkan Rp 86,376 triliun. Itupun harus dibagi 5 institusi: Kemenhan, MABES TNI, TNI AD, TNI AU & TNI AL. Sialnya anggaran yang sudah pas2an itu disunat mantan Presiden SBY sebesar Rp 10,508 triliun dari anggaran pertahanan & Rp 5,78 triliun dari POLRI melalui Inpres No. 4/2014 tentang penghematan anggaran di 83 kementerian dan lembaga dalam APBN 2014.
  • Kebijakan HANKAMRATA (Pertahanan Keamanan Masyarakat Semesta) yang tidak jelas. Pasca Reformasi, anggota TNI seperti "pengangguran" karena hanya ditempatkan di wilayah pertahanan, menunggu lawan yang tidak kunjung datang. Di sisi lain POLRI dibebani semua pekerjaan dan semua persoalan keamanan nasional tapi tidak didukung anggaran dan personel yang memadai.


(Bersambung ke >> Solusi TNI vs POLRI? Ya ABRI reformasi! [Bagian 2] )


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline