Lihat ke Halaman Asli

Menemukan Sang Tunggal

Diperbarui: 19 September 2025   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi by kam/ai

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Seorang pemuda bernama Suja menapaki jalan sunyi menuju puncak gunung. Hatinya gundah, pikirannya diliputi keraguan. Ia merasa hampa, seolah hidupnya tak memiliki tujuan atau makna yang esa. Selama ini, ia hanya mengikuti arus, tanpa pernah benar-benar memahami hakikat dari wujud dirinya sendiri.

Perjalanan itu adalah semedi bagi jiwanya. Ia mendaki seorang diri, merenungi setiap langkah yang ia pijak. Di bawah sana, dunia terasa begitu bising dan ramai, tetapi di ketinggian ini, hanya ada keheningan. Waktu seolah berhenti, memberinya kesempatan untuk mendengarkan suara yang paling dalam.

Ketika malam tiba, ia berbaring di atas bebatuan, memandang langit yang dihiasi satu-satunya candra (bulan) yang bersinar terang. Di sampingnya, hanya ada satu pohon besar yang akarnya menancap kuat ke bumi. Suja merasa pohon itu adalah cerminan dirinya yang ia dambakan: teguh, kokoh, dan berakar pada satu fondasi yang kuat.

Pagi harinya, saat surya (matahari) tunggal kembali menyinari alam, Suja melanjutkan pendakian. Di sebuah celah batu, ia menemukan sebuah goa kecil. Di dalamnya, seorang begawan (pertapa) duduk bersila. Wajahnya tenang, memancarkan rasa damai yang luar biasa.

"Aku mencari satu kebenaran, Ki Sanak," kata Suja. "Apakah wujud-ku ini nyata?"

Sang begawan tersenyum. "Kebenaran tidak dicari, Nak. Ia ada di dalam diri-mu sendiri. Tunggal bukan hanya berarti satu, melainkan juga utuh. Wujudmu adalah anugerah dari Gusti yang satu."

Mendengar itu, hati Suja terasa bergetar. Ia menunduk, merenungkan perkataan sang begawan. Tiba-tiba, ia merasakan pencerahan. Kebahagiaan sejati bukanlah mencari apa yang ada di luar, melainkan menyadari bahwa satu-satunya hakikat yang penting sudah ada di dalam dirinya.

Dengan hati yang kini penuh, Suja bangkit. Ia tahu, perjalanannya belum berakhir. Namun, ia tidak lagi merasa sendirian. Ia telah menemukan makna satu: bahwa setiap wujud adalah tunggal, utuh, dan berharga di hadapan Tuhan yang esa. Ia kembali turun gunung dengan jiwa yang ringan, siap menjalani hidup dengan kesadaran baru.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline