Lihat ke Halaman Asli

kang abi

Penggagas komunitas DUDUK DIAM

Ketika "Galih" Bertemu "Ratna" di Penjara

Diperbarui: 16 Juli 2019   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau di era tahun 1979, kisah tokoh Galih (Rano Karno) dan Ratna (Yessy Gusman) begitu mengiris hati-menguras rasa. Pasalnya, kisah cinta dua sejoli ini berakhir karena dipisahkan oleh kemauan orang tua Ratna.

Indah cinta berakhir duka
Mengalun sunyi dibuai mimpi
Masa remaja punahlah sudah
Menjauh dari angan merapuh

Adalah Gita Cinta Dari SMA (GCDS) sebuah film besutan sutradara Arizal yang diadaptasi dari novel karya Eddy D. Iskandar, amat legendaris dan sempat meraih kategori film terlaris ke III ketika itu.

Beda zaman beda kisah, meski ada kesamaan nama tokohnya. 'Galih' dan 'Ratna' di era ini sama sekali tidak menjalin kisah kasih diantara mereka. Selain saya yakin keduanya tidak saling mengenal, usia keduanya juga terpaut jauh, 'Galih' bukanlah remaja SMA sementara 'Ratna' adalah seorang ibu dan nenek dari cucu-cucunya

Jika harus dipertemukan persinggungannya, 'Galih'adalah  artis sinetron, sementara 'Ratna' bermain di film layar lebar, berakting dibanyak  panggung teater, dan sempat menjadi Kepala Dewan Kesenian Jakarta ditahun 2003. Jadi untuk soal peran dan akting 'Galih' seujung kukunya 'Ratna'.

Hari ini, jika 'Galih' mencuat bukan karena kisah romatis hidupnya atau isi cerita sinetron dan peran-peran yang dimainkannya, demikian juga dengan 'Ratna', yang  lebih dulu bikin geger dan menggemparkan seantero negeri dalam kisah yang sama sekali tak ada hubungannya dengan cinta asmara anak manusia.

Dalam penggalan surat Ratna di hari ulang tahun kekasihnya, Galih, sosok Galih digambarkan  di GCDS sebagai laki-laki yang sangat menghormati perempuan, Selama aku bersamamu, kau tak pernah menyakitiku. Membuat cintaku padamu lebih mendalam. Aku dewasa dalam pelukanmu.

Sementara kisah 'Galih' si 'ikan asin' hari ini menggambarkan prilaku lelaki ugal-ugalan, 'bermulut sampah' seperti tajuk content wawancarnya, menunjukan sekaligus pribadi yang tuna kepatutan dan krisis rasa hormat kepada perempuan dan kemanusiaan.

'Galih' adalah pelontar kata-kata 'Ikan asin' yang (diduga) diucapnya untuk mempermalukan dan menggambarkan organ intim perempuan yang adalah mantan istrinya. Jauh dari sikap romatis Galih dalam GCDS yang banyak menginspirasi lelaki remaja di era tersebut, sebutan 'ikan asin' telah mengundang kegeraman dan polemik banyak pihak. Bukan saja dari kalangan Perempuan tetapi juga kaum lelaki.

Menghina secara seksual, mengatakan pelacur kepada perempuan, menyebut atau dengan menghina organ-organ seksual, menurut Meriana Amiruddin komisioner Komnas Perempuan, adalah dapat menghancurkan martabat perempuan. Penggunaan kata 'ikan asin' yang dilontarkan 'Galih' juga masuk dalam kategori pelecehan seksual karena menyasar atribut seksual, kata Budi Wahyuni wakil ketua Komas Perempuan.

'Galih' dengan kata-kata 'ikan asin'nya menyiratkan sebagai lelaki Misoginis -- lelaki dengan kebenciannya pada perempuan, yang menjadikan perempuan hanya sebagai objek belaka untuk diberi, dicukupi tetapi hanya sebagai objek Seks, demikian pandangan seorang pakar study gender dan budaya, Sri Kusumo Habsari, PhD ikut mengomentari 'Galih' dan prilakunya (Kompas.com, 11/7/1019).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline