Mohon tunggu...
kang abi
kang abi Mohon Tunggu... Relawan - Penggagas komunitas DUDUK DIAM

Pernah membawakan program siaran Sound Of Spirit (SOS) di radio Mustang 88FM jakarta (tahun 2004-2017). Penulis Buku Get Real ( Gagas media)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika "Galih" Bertemu "Ratna" di Penjara

16 Juli 2019   17:06 Diperbarui: 16 Juli 2019   17:17 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kalau di era tahun 1979, kisah tokoh Galih (Rano Karno) dan Ratna (Yessy Gusman) begitu mengiris hati-menguras rasa. Pasalnya, kisah cinta dua sejoli ini berakhir karena dipisahkan oleh kemauan orang tua Ratna.

Indah cinta berakhir duka
Mengalun sunyi dibuai mimpi
Masa remaja punahlah sudah
Menjauh dari angan merapuh

Adalah Gita Cinta Dari SMA (GCDS) sebuah film besutan sutradara Arizal yang diadaptasi dari novel karya Eddy D. Iskandar, amat legendaris dan sempat meraih kategori film terlaris ke III ketika itu.

Beda zaman beda kisah, meski ada kesamaan nama tokohnya. 'Galih' dan 'Ratna' di era ini sama sekali tidak menjalin kisah kasih diantara mereka. Selain saya yakin keduanya tidak saling mengenal, usia keduanya juga terpaut jauh, 'Galih' bukanlah remaja SMA sementara 'Ratna' adalah seorang ibu dan nenek dari cucu-cucunya

Jika harus dipertemukan persinggungannya, 'Galih'adalah  artis sinetron, sementara 'Ratna' bermain di film layar lebar, berakting dibanyak  panggung teater, dan sempat menjadi Kepala Dewan Kesenian Jakarta ditahun 2003. Jadi untuk soal peran dan akting 'Galih' seujung kukunya 'Ratna'.

Hari ini, jika 'Galih' mencuat bukan karena kisah romatis hidupnya atau isi cerita sinetron dan peran-peran yang dimainkannya, demikian juga dengan 'Ratna', yang  lebih dulu bikin geger dan menggemparkan seantero negeri dalam kisah yang sama sekali tak ada hubungannya dengan cinta asmara anak manusia.

Dalam penggalan surat Ratna di hari ulang tahun kekasihnya, Galih, sosok Galih digambarkan  di GCDS sebagai laki-laki yang sangat menghormati perempuan, Selama aku bersamamu, kau tak pernah menyakitiku. Membuat cintaku padamu lebih mendalam. Aku dewasa dalam pelukanmu.

Sementara kisah 'Galih' si 'ikan asin' hari ini menggambarkan prilaku lelaki ugal-ugalan, 'bermulut sampah' seperti tajuk content wawancarnya, menunjukan sekaligus pribadi yang tuna kepatutan dan krisis rasa hormat kepada perempuan dan kemanusiaan.

'Galih' adalah pelontar kata-kata 'Ikan asin' yang (diduga) diucapnya untuk mempermalukan dan menggambarkan organ intim perempuan yang adalah mantan istrinya. Jauh dari sikap romatis Galih dalam GCDS yang banyak menginspirasi lelaki remaja di era tersebut, sebutan 'ikan asin' telah mengundang kegeraman dan polemik banyak pihak. Bukan saja dari kalangan Perempuan tetapi juga kaum lelaki.

Menghina secara seksual, mengatakan pelacur kepada perempuan, menyebut atau dengan menghina organ-organ seksual, menurut Meriana Amiruddin komisioner Komnas Perempuan, adalah dapat menghancurkan martabat perempuan. Penggunaan kata 'ikan asin' yang dilontarkan 'Galih' juga masuk dalam kategori pelecehan seksual karena menyasar atribut seksual, kata Budi Wahyuni wakil ketua Komas Perempuan.

'Galih' dengan kata-kata 'ikan asin'nya menyiratkan sebagai lelaki Misoginis -- lelaki dengan kebenciannya pada perempuan, yang menjadikan perempuan hanya sebagai objek belaka untuk diberi, dicukupi tetapi hanya sebagai objek Seks, demikian pandangan seorang pakar study gender dan budaya, Sri Kusumo Habsari, PhD ikut mengomentari 'Galih' dan prilakunya (Kompas.com, 11/7/1019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun