Lihat ke Halaman Asli

Kartika E.H.

TERVERIFIKASI

2020 Best in Citizen Journalism

Bagarakan Sahur dalam Kelindan Semangat Egalitarian "Tidak Ingin Masuk Surga Sendirian"

Diperbarui: 4 Mei 2021   13:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagarakan Sahur Bisa Dikelola Profesional | Foto: @kaekaha

Nusantara Rindu Ramadan

Bulan Ramadan di manapun tempatnya, selama masih berada di kolong langit milik Allah SWT ini, pasti selalu menghadirkan beragam kerinduan pada siapapun yang pernah bersentuhan dengannya. 

Di nusantara, dimana Islam bisa tumbuh, menjadi begitu indah dan memesona di beragam ekosistem adat dan budaya yang berbeda, kehadiran Ramadan juga menjadi biang kerinduan yang tidak akan pernah ada habisnya untuk dikupas dan dikemas.

Baca Juga :  Kisah Orang-orang Rawa Menyeimbangkan Hidup dan Kehidupan di Bulan Ramadan

Pesona warna-warni syiar Ramadan memang layaknya kerlap-kerlip permata yang begitu menggoda di hamparan pasir budaya dan tradisi yang sangat luas bernama Indonesia!

Bagarakan Sahur | Foto: Antara kalsel

Tradisi Sahur nusantara

Salah satu bagian dari tradisi Ramadan yang menjadi "spot kerinduan terkuat" masyarakat di nusantara adalah beragam tradisi masyarakat yang dilakukan di seputar aktivitas makan sahur. 

Berbicara tradisi makan sahur, bagi masyarakat muslim, khusunya masyarakat Banjar pada umumnya, sejatinya tidak sekedar membicarakan aktivitas makan sahur-nya semata, tapi beragam aspek yang menyertainya. 

Baca Juga :  Syahdunya Lantunan Tarhim Syaikh Mahmoud Al-Hussary Memang Ngangeni

Biasanya "tradisi makan sahur" sudah dimulai dari aktifitas bangun tengah malam, afdalnya di sepertiga malam terakhir atau sekitar mulai jam 3-an untuk melakukan ibadah shalat malam yang dijanjikan Allah SWT dengan pahala yang luar biasa besarnya. selanjutnya mempersiapkan makan sahur sekaligus menikmatinya bersma keluarga yang konon juga membutuhkan seni tersendiri untuk bisa menikmatinya secara maksimal. Setelah itu, baru dilanjut dengan melaksanakan ibadah shalat subuh berjamaah di masjid atau mushalla terdekat.

Khusus diantara kumandang azan pertama dan azan subuh, biasanya masjid-masjid akan mengumandangkan shalawat tarhim yang ummnya memperdengarkan rekaman suara Syaikh Mahmoud Al-Hussary. Karena biasa dijadikan sebagai penanda waktu Imsya,  maka banyak masyarakat nusantara yang menyebut salah satu "ciri akustik Islam di Indonesia" paling memorable ini sebagai Azan Imsyak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline