Di balik kesibukan hiruk pikuk sekolah, di antara tumpukan buku pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, atau IPA, ada satu mata pelajaran yang mungkin sering terlewatkan perhatiannya: Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH).
Khususnya di tingkat sekolah dasar, PLH tidak sekadar mengajarkan teori tentang lingkungan, tetapi berpotensi besar untuk mengubah cara pandang anak-anak terhadap salah satu masalah terbesar di sekitar kita: sampah.
Lebih dari itu, PLH sebenarnya sedang mengajarkan anak-anak cara "berbicara" dengan sampah, memahami keberadaannya, dan mengelolanya dengan bijak.
Mungkin terdengar aneh, "berbicara" dengan sampah. Tentu saja, ini bukan berarti anak-anak benar-benar mengobrol dengan tumpukan botol plastik atau sisa makanan. Frasa ini adalah sebuah metafora, kiasan.
Ini berarti PLH membimbing anak-anak untuk memahami asal-usul sampah, perjalanan sampah setelah dibuang, dampaknya pada lingkungan, dan apa yang bisa kita lakukan terhadapnya.
Ini adalah bentuk komunikasi yang mendalam, bukan verbal.
Memahami Asal-Usul Sampah: Langkah Pertama "Berbicara"
Langkah pertama dalam "berbicara" dengan sampah adalah memahami dari mana ia berasal.
Dalam pelajaran PLH, anak-anak diajarkan bahwa setiap barang yang kita gunakan, dari kemasan makanan hingga pensil yang sudah habis, pada akhirnya akan menjadi sampah.
Mereka belajar tentang jenis-jenis sampah, seperti organik dan anorganik, serta contoh-contohnya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, guru PLH bisa membawa berbagai contoh sampah ke kelas. Ada kulit pisang, kertas bekas, botol plastik, dan kaleng minuman. Anak-anak diajak untuk mengamati, menyentuh, dan bahkan mencium.