Lihat ke Halaman Asli

Zahra El Fajr

a melancholist

Cerpen | Tetesan Langit yang Angkuh

Diperbarui: 3 Oktober 2016   01:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustration/Source: Weheartit

Aku dan Kamu

Hujan kerap meromantiskan kita ya ?

Harum permukaan bumi teratas yang basah menyerbu hidung, sakitnya bukan karena itu tapi karena dingin. Kabut kelam disertai dingin melatari cerita sore itu, ya, Bandung sedang hujan-hujannya. Dan kita sedang romantis-romantisnya satu payung berdua.

Kendati romantis satu payung berdua, aku memilih tak berpayung esoknya. Hujan-hujanan denganmu, Manis, kuramalkan pastilah menyenangkan. Guyuran air hujan membasahi tubuh rampingmu semakin tampak. Kalau mereka bilang Semesta dan Wanita adalah hal yang paling indah, Hujan dan Kamu adalah racikan keindahan tersempurna parah. Aku sedang tidak merayu, tanpa itu pun kamu rela menanggalkan pakaianmu hadapanku. Aku hanya sedang berangkuh,

“Jadi, kamu suka hujan?” tukasmu,

“Tidak, aku hanya suka diriku.” tapi sebenarnya aku tak suka kamu mengeluhkan becek mengotori kemeja putihmu atau sepatumu.

“Jadi kamu tak suka hujan?” tanyaku,

“Aku tak suka apapun selain diriku sendiri,”

“Jadi, aku ini apa?”
 “Apa?” lalu kamu keluhkan air cokelat yang kotori sepatu dan ujung celana jeans selama berjalan tadi. Kamu keluhkan aku yang tak memayungimu. Kamu keluhkan awan yang menggumpal abu.

Hujan dan Hujan

Sementara aku mencoba dengan susah payah agar tak mengeluhkan apapun, meski setiap kali kita harus terpisah pun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline