Valentine Day di Hari Sabtu. Aku punya pacar unik dan nyentrik, yang membuatku terus menunggu. Namanya Tini. Hari ini adalah Valentine-ku yang ke tiga bersamanya. Aku membelikannya boneka Pinokio besar untuk menunjukkan padanya, kalau aku kelamaan menunggu, hidungku bisa makin panjang seperti hadiahku.
Aku tidak tahu, dia mengerti atau tidak dengan maksudku. Selama ini, dia selalu datar saat menerima kado-kado dariku. Dia tidak pernah menuntut macam-macam. Apapun yang kuberi diterimanya dengan lapang. Hadiahku di Valentine pertama kami, berupa kaos bergambar batik harimau masih sering dikenakanya di rumah. Jilbab yang kubelikan saat kami ke Jogja pun, sering dikenakannya saat kuajak jalan-jalan sekedar cari angin di taman kota dengan seplastik cemilan dan sepasang soft drink. Saat kuajak cari makan di tempat unik yang disukainya, yang biasanya dia selalu memilih yang paling murah, dia juga suka memakai sepatu dan sweeter dariku untuk penyamaran.
Aku rasa, dia itu memang orang yang sudah bosan dengan berbagai kemewahan dan gemerlap duniawi. Bahkan dia pernah berkata, "Baginya, sudah cukup kasih sayang dan perhatianku, tak penting apapun bentuknya atau berapapun harganya." Dan kurasa, maklum kalau dia sampai berkata begitu. Sejak SMA, dia hanya tinggal dengan kedua pembantunya. Saat kuliah, dia memilih mandiri dan tinggal sendiri, meskipun untuk mengurus rumah dan segala isinya, seminggu sekali dia menyewa orang dari biro tenaga kerja. Sementara kedua orang tuanya terlalu sibuk di luar negeri. Mereka hanya menyempatkan diri nelpon, menanyakan kabar, keadaan rumah, prestasinya di kampus, dan lain-lain yang mereka harus tahu semua beres dan tidak ada kendala. Kalau ada yang tidak beres, dia sendiri yang dipaksa mencari jalan keluar. Kalau tidak bisa, baru mereka siap mengeluarkan biaya berapapun yang penting persoalan beres.
Aku kadang sampai tidak mengerti, model keluarga macam apa yang dia miliki. Dengan papanya aku hanya pernah bicara lewat telpon dengan pesan terakhirnya, aku diminta menjaganya baik-baik. Kalau pengen nikah, tinggal telpon. Orangnya tidak banyak tanya ini dan itu. Juga tidak terlalu ingin tahu keadaan dan latar belakang keluargaku. Saat aku bertanya ke Tini, katanya papanya menilai orang hanya dengan mendengar suaranya saja, selebihnya Tini sendiri sudah bisa mengurus dengan tuntas tanpa bekas ataupun jejak sedikitpun, jika aku macam-macam.
Aku sangat percaya dan tak meragukan sedikitpun tentang hal itu, karena pacarku itu memang betul-betul unik dan eksentrik. Di samping dia amat cantik, karena mamanya orang Zurich, kupikir, papanya adalah anggota bos mafia. Tetapi kalau mafia, tidak mungkin anaknya berhijab dan rajin sembahyang. Mungkin papanya adalah raja bisnis yang merangkap jadi teroris. Tetapi apapun latar belakangnya, tak akan ada satupun cowok yang bisa lapang meninggalkannya. Selain dia cantik, tidak rewel, tidak sombong, bahkan pada macan pun, dia penuh kasih sayang. Tapi bersamanya, siapapun cowoknya pasti selalu dag, dig, dug, ser, karena hobi dan kebiasaannya.
Aku sendiri selalu takjub melihat wanita cantik yang selalu menutupi molek tubuhnya dengan hijab itu. Wajahnya yang lembut, ayu, dengan bulu mata yang lentik begitu bertolak belakang dengan kesehariannya yang ekstrem. Dia selalu bisa membuatku gugup, saat keluar-masuk kandang macan untuk memberi makan. Kalau dia berjalan dengan tenang dan santai seolah tanpa rasa takut sedikitpun di antara para macan yang kelihatan jinak tapi tetap sangar, sering membuatku berdebar-debar seperti was-was, seperti takut, tetapi juga salut. Apalagi, jika kulitnya yang berwarna lembayung gading tiba-tiba merona, karena tertawa ngakak melihat tingkah lucu macan-macannya. Aku kuwatir sekali, jika dia salah gerak dan membuat macannya tersinggung.
Namun kurasa, itu semua adalah karena aku sayang padanya. Dan kupikir, itu juga sebuah sensasi tersendiri yang membuatku makin bergairah untuk segera meminangnya. Tetapi, dia selalu bilang, "Jangan tergesa-gesa!" Padahal, aku masih baru mulai untuk bicara serius soal hubungan kami. Seolah-olah, dia begitu sensitif dan peka pada yang satu itu. Malah, kadang aku sampai berpikir, dia bisa membaca jalan pikiranku. Kadang aku takut juga, kalau punya pikiran ingin selingkuh dan dia langsung tahu. Tetapi kata orang tua, kalau sudah jodoh dan sering bersama, apalagi sudah jadi suami-istri, orang bisa merasakan batin dan pikiran pasangannya. Makanya, jangan sampai mempunyai pikiran atau niat selingkuh. Kalau pasangan dan jodohnya nakal, seringkali didahului selingkuh, padahal kita sebatas berniat dan berpikiran. Makanya, jaga kebersihan hati dan pikiran dari hal-hal tak benar, kalau ingin pasangan dan orang sekitar berlaku baik. Apalagi, banyak orang bilang, "Ati-ati, ada setan lewat!"
Kupikir ada baik dan benarnya juga perkataan orang tua itu. Tetapi apakah itu berarti kalau ada suami atau istri yang selingkuhan, itu karena pasangannya selalu punya niat dan pikiran ingin selingkuh? Bisa jadi benar, karena menurut survei kaum Adam yang mudah selingkuh. Menurut survei lain, kebanyakan istri tidak bisa dipuaskan suaminya, sehingga besar sekali kemungkinan mempunyai niat dan pikiran jorok ingin selingkuh. Tetapi biasanya, wanita pandai menahan diri, sehingga suaminya yang mendahului selingkuh karena bisikan setan lewat.
Untungnya wanita yang kusuka dan kusayangi sepertinya tidak suka berpikir begitu. Tetapi aku merasa dia lebih sayang ke macan-macannya daripada padaku. Makanya, aku sering dilanda cemburu ke macannya daripada punya keinginan selingkuh. Tetapi ada saatnya juga aku merasa jemu dan jengah dibiarkan terus menunggu. Apalagi ketika aku telah menemukan sosok yag bersikap lebih ramah dan manis padaku. Dia tak pernah berlaku seperti pacarku yang jinak-jinak seekor macan. Dia juga tak kalah cantik dan sholihah dibanding dia yang membuatku terus menunggu. Apalagi alasan Tini membuatku menunggu sungguh tak bisa ditebak, yang kemungkinan besar, karena macan-macannya.
Maka, daripada aku didahului selingkuh, kupikir lebih baik kuutarakan yang terjadi. Aku coba bicara manis dan hati-hati padanya. Berkali-kali aku coba minta maaf dan mohon pengertiannya. Dia mengajakku jalan-jalan di antara macan-macannya. Lebih tepatnya, aku membuntutinya dengan perasaan ingin kencing di celana, saat dia memberi sereal dan susu ke macan-macannya. Tetapi sungguh di luar dugaan, ternyata tanpa merasa berat sedikitpun dia berkata, "Ada baiknya kita putus baik-baik, tapi tetap jaga silaturahim, ya?" dia pun tidak mau bicara banyak lagi dan hanya mendoakanku bahagia bersama pilihanku.
Kami pun, resmi putus. Aku segera lebih serius dengan gadis baruku. Tapi silaturahmi di antara kami tetap terjaga. Saat ulang tahunnya atau saat valentine, aku masih menyempatkan memberinya kado. Tetapi sungguh tak kukira, ternyata dengan jadi sekedar teman dan sahabatnya, aku lebih bisa melihat segala sesuatunya dengan lebih jernih. Ternyata tak seberbahaya yang kukira ada di kerumunan macannya. Mereka memang betul-betul jinak walau sangar-sangar. Uniknya, mereka tidak makan daging. Mereka hanya makan susu Dan sereal. Mantanku bilang, mereka malah tak suka, jika dikasih daging. Bahkan, karena ingin tahunya, aku minta mantanku mencoba memberi mereka daging. Ternyata benar, mereka hanya melengos.