Lihat ke Halaman Asli

Makna di Balik "Man Jadda Wajada"

Diperbarui: 20 September 2020   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata Mahfuzat Man Jadda Wajada (dokpri)

Kata mutiara yang dikenal dikalangan santri dan santriwati ketika awal masuk ke pesantren. Iya, kata ini diajarkan kepada santri untuk membangkitkan semangat belajar dan menuntut ilmu di pesantren.

Falsafah yang diyakini dapat merubah kehidupan seseorang di masa depan. karena banyak santri yang yakin akan kata mahfuzat ini, sehingga mereka bisa meraih kesuksesan di masa depan dengan gemilang.

Mahfuzat sendiri menurut KBBI berasal dari kata mahfuz, yang bermakna sesuatu yang dihafalkan, yang tersimpan di dalam hati (pikiran, ingatan). Jadi, dengan kata lain mahfuzat adalah kalimat/azimat yang dihafalkan yang tertanam di dalam pikiran dan selalu diingat sehingga membentuk karakter positif yang membawa kepada tercapainya suatu maksud yang tersirat dalam kalimat mahfuzat tersebut.

Mahfuzat ini dipelajari sejak awal masuk ke dalam pesantren sampai kelas akhir. dan mahfuzat ini sendiri ada beberapa tingkatan. yaitu tingkat dasar, menengah dan tinggi. untuk membedakannya adalah dari tingkatan panjang pendeknya bait mahfuzat tersebut.
Mahfuzat awal mula dipelajari dari kalimat yang hanya satu bait (pendek) dan berakhir sampai kepada yang paling panjang. Hal tersebut disesuaikan dengan kemampuan santri, oleh sebab itu dibagi ke dalam tiga tingkatan.

Proses pembelajaran mahfuzat ini adalah mula-mula seorang guru/ustad menuliskan kalimat mahfuzat di papan tulis. kemudian para santri diajak untuk melafalkan bersama-sama sampai betul-betul hafal dan tertanam di dalam hati, pikiran dan ingatan santri.
selanjutnya pada pertemuan berikutnya para santri diberikan tugas untuk menyetorkan hasil hafalan mahfuzatnya kepada para guru/ustad yang nengajarkannya.

Dalam sebuah film yang berjudul "Man Jadda Wajada" diumpamakan dengan samurai tumpul dengan kayu. dan dilanjutkan dengan seorang guru yang mempraktikkan memotong kayu tersebut dengan samurai yang tumpul, sambil berkata 'man jadda wajada'. dengan keuletan dan usaha yang tinggi akhirnya kayu tersebut dapat terpotong.

Berdasarkan kisah di atas kita dapat menggambil hikmah bahwa, setiap cita-cita dan harapan yang kita impikan semua dapat diwujudkan dengan keuletan, semangat pantang menyerah, istikamah dan selalu dibarengi dengan berdoa.

Di dalam Islam kita diajarkan bahwa "istikamah lebih utama dari seribu karomah" maksudnya adalah sedikit berbuat namun terus menerus dilakukan itu lebih baik dibandingkan dengan melakukan hal besar yang hanya dikerjakan sekali saja. Oleh sebab itu maka, lakukanlah segala hal yang dianggap kecil dan mudah dengan sedikit demi sedikit dan secara terus menerus tanpa terhenti. Dengan eperti itu, maka kesuksesan akan mudah diraih.

Dalam kisah tersebut juga kita ketahui bahwa, bukan seberapa tajam alat pemotong yang kita gunakan untuk dapat memotong kayu, melainkan kegigihan, keuletan dan semangat besar lah yang mampu memotong kayu, walaupun itu dilakukan dengan alat yang tumpul.

Bukan karena seseorang keturunan dari orang kaya, atau orang terpandang, yang akan dengan mudah menjadi orang yang sukses, melainkan disebabkan oleh usaha dan kerja keras individu tersebut dalam mewujudkan impian dan cita-citanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline