Dalam agama hindu ada konsep Panca Srada. Panca srada adalah lima dasar keyakinan dalam agama Hindu. Salah satu dari lima dasar tersebut adalah percaya dengan adanya karmaphala. Setiap tindakan manusia, baik maupun buruk, diyakini meninggalkan jejak dan hasil. Dalam ajaran Hindu, prinsip ini dikenal sebagai Karmaphala. Ini adalah sebuah konsep mendalam tentang hukum sebab akibat yang berlaku dalam kehidupan setiap makhluk. Kata "karma" berarti tindakan, sedangkan "phala" berarti buah atau hasil. Maka, Karmaphala secara harfiah dapat dimaknai sebagai hasil dari perbuatan yang dilakukan.
Ajaran ini mengajarkan bahwa perbuatan baik akan membuahkan kebahagiaan, sementara perbuatan buruk akan mendatangkan penderitaan. Oleh karena itu, umat Hindu diajarkan untuk selalu berhati-hati dalam bertindak, berpikir, dan berbicara karena semua itu akan menentukan kualitas kehidupan di masa sekarang dan masa mendatang. Menurut Aryani (2020), ajaran Karmaphala memberikan keyakinan kepada umat Hindu bahwa setiap aktivitas kehidupan akan memberikan balasan yang setimpal. Ajaran ini menumbuhkan rasa tanggung jawab pribadi dan kesadaran etis dalam berkehidupan.
Keistimewaan manusia dalam konteks Karmaphala juga sangat ditekankan. Dalam kitab Sarasamuscaya, sloka ke-2 menjelaskan bahwa hanya manusia yang memiliki kemampuan membedakan dan memilih antara perbuatan baik dan buruk. Berikut kutipan dalam bahasa aslinya:
Sarasamuscaya Sloka 2
Mnua sarva-bhteu
varttate vai ubhubhe
aubheu samaviam
ubhesvevvakrayet.
Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wnang gumawayaken ikang ubhubha-karma, kunng panntasakna ring ubhakarma juga ikang aubha-karma phalaning dadi wwang.
Artinya:
Di antara semua makhluk hidup, hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah yang dapat melakukan perbuatan baik atau buruk. Hendaknya perbuatan buruk dilebur ke dalam perbuatan yang baik. Demikianlah gunanya menjadi manusia.
Dalam ajaran Hindu, menjadi manusia adalah anugerah yang sangat berharga. Hal ini karena manusia memiliki tiga kekuatan utama yang disebut sabda (kemampuan berbicara), bayu (kekuatan untuk bertindak), dan idep (pikiran dan kesadaran). Dengan ketiga unsur itu, manusia mampu mengendalikan perilaku dan memilih jalan kebaikan.
Apabila seseorang menjalani kehidupan ini dengan penuh kebaikan, maka kualitas kelahiran berikutnya dipercaya akan meningkat menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika hidup dipenuhi dengan perbuatan buruk, maka kelahiran selanjutnya akan menurun kualitasnya. Pandangan ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk mengajak manusia hidup dengan penuh tanggung jawab, kesadaran, dan kebaikan.