Lihat ke Halaman Asli

Pro Kontra Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19

Diperbarui: 21 Oktober 2020   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Intan Sari Anggraeni (Mahasiswa semester 7)
Dosen Pengampu : Amelia Haryanti, S.H., M.H
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Pamulang

Mengenai rencana pemerintah untuk menyelenggarakan pilkada serentak tanggal 9 Desember mendatang ditengah pandemi yang menimbulkan berbagai macam pro kontra. Beberapa pihak menilai bahwa adanya pilkada serentak akan menyalahkan aturan protokol kesehatan yang seharusnya dijalankan dengan ketat. Karena itu perlu ditunda sampai kondisi pandemi ini mereda.

Tidak ada jaminan yang mendukung dan data valid yang menunjang untuk bergantinya pimpinan itu akan sejalan dengan penanganan kasus pandemi yang optimal, tetapi dengan bergantinya kepemimpinan ataupun birokrasi dan pergantian solusi penanganan yang sudah baik disuatu daerah justru bisa terganggu secara masif didaerah itu. Karena kebijakan-kebijakan yang berubah, masyarakat harus beradaptasi lagi.

Disisi lain, pilkada harus terealisasi untuk mendapatkan pemimpin-pemimpin daerah yang sesuai kriteria dan mampu menangani pandemi ini dengan optimal. Karena sudah direncanakan beberapa bulan sebelumnya bahkan sebelum pandemi. Virus corona yang datang tak terduga, menghambat kegiatan pilkada serentak ini.

Pilkada serentak adalah penduduk daerah yang memenuhi syarat administratif, untuk melakukan pemilihan secara langsung dalam memilih Kepala Daerah, yang dimaksud disini mencakup Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Serta Bupati dan Wakil Bupati.

Berkaca dari negara tetangga Malaysia, yang mengalami lonjakan kasus covid-19 pasca pamilu daerah, otoritas setempat melaporkan ada 260 kasus baru pada (1/10/2020). Sebanyak 118 berada di Kalimantan, dimana negara bagian Sabah berada. Hal ini membuat Perdana Menteri Muhyidin Yassin memikirkan kembali rencananya untuk menyerukan pemilihan cepat. Sebelumnya politik Malaysia panas karena klaim oposisi Anwar Ibrahim yang mengklaim telah menguasai parlemen.

Maka dari itu harus diantisipasi penyebaran virus pasca pilkada nanti supaya tidak terjadi seperti halnya di negara Malaysia. Perlu penanganan yang serius karena menyangkut khalayak masyarakat umum.

Penegasan dari pihak Istana tidak ada penundaan pilkada
Diberitakan Kompas.com (21/9/2020), Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman mengatakan Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan dan tidak ada penundaan karena demi melindungi hak demokrasi rakyat Indonesia yaitu hak dipilih dan memilih.

Dengan adanya hal tersebut pemerintah harus menegasakan agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan saat pilkada serentak ini dilaksanakan.
Fadjroel menambahkan, Presiden Joko Widodo juga menyatakan terkait tidak ada  penundaan dalam penyelenggaraan pilkada atupun menunggu pandemi berakhir, lantaran tidak ada satupun pihak yang bisa memprediksi dan mengetahui secara valid berkaitan dengan berakhirnya pandemi covid-19.
"Pilkada Serentak ini harus menjadi momentum tampilnya cara-cara baru dan inovasi baru bagi masyarakat bersama penyelenggara negara untuk bangkit bersama dan menjadikan pilkada ajang adu gagasan, adu berbuat dan bertindak untuk meredam dan memutus rantai penyebaran Covid-19," kata Fadjroel.
"Sekaligus menunjukan kepada dunia internasional bahwa Indonesia adalah negara demokrasi konstitusional serta menjaga keberlanjutan sistem pemerintahan demokratis sesuai dengan ideologi Pancasila dan Konstitusi UUD 1945," imbuhnya.

Tingkat urgensi pelaksanaan pilkada

Urgensi yang pertama, Pemerintah, DPR dan penyelenggara pemilu telah memutuskan untuk tetap melaksanakan pilkada serentak ini eskipun situasinya sedang terjadi pandemi.
Hal yang menjadi urgensi yang kedua, yaitu wujud dari kedewasaan bangsa Indonesia dalam demokrasi serta menjadikan pilkada untuk memerangi pandemi covid-19 dan berdamai dengan virus corona.
Ketiga, mengurangi praktik kepemimpinan pemerintah daerah yang terlalu banyak yang dipimpin oleh pejabat sementara atau pelaksana tugas yang memiliki kewenangan terbatas. Kemudian dengan terpilihnya, kepala daerah yang dipercaya publik karena terbukti mampu menangani pandemi covid-19 di daerahnya. Untuk memacu pertumbuhan perekonomian ditengah krisis akibat covid-19.
Larangan-larangan dalam pelaksanaan pilkada dimasa pandemi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline